Pendahuluan
Kata ISO digunakan oleh Organisasi Internasional untuk Standarisasi
atau The International Organization for Standarization sebagai nama dari
organisasinya. Organisasi ini didirikan pada tahun 1946 di Genewa,
Swiss. Tujuan pendiriannya adalah untuk mengembangkan standarisasi di
seluruh dunia.
Kata ‘ISO’ yang menjadi nama dari organisasi ini, berasal dari bahasa
Yunani yaitu ‘Isos’ yang berarti ‘sama’ atau ‘equivalent’. Dalam bentuk
modern kata ‘Isos’ kemudian ditransformasikan menjadi ‘Iso’ – seperti
yang digunakan dalam istilah Isotermis (kesamaan panas), Isobar
(kesamaan tekanan), dll. Kata ini diadopsi oleh Organisasi Internasional
untuk Standarisasi menjadi nama dari organisasinya disamping karena
kemiripan arti kata ini dengan tujuan organisasi, juga karena kata
tersebut memiliki bentuk yang paling mendekati dengan singkatan nama
organisasi.
ISO merupakan federasi internasional dari badan-badan standarisasi
nasional di seluruh dunia, saat ini anggotanya mencakup lebih dari 130
negara. Pekerjaan pembuatan standar internasional biasanya dilakukan
oleh Komite Teknis ISO. Setiap anggota yang memiliki kepentingan
terhadap suatu subjek yang akan dipersiapkan oleh Komite Teknis ISO
berhak menempatkan wakilnya di dalam komite tersebut. Selain itu
organisasi-organisasi internasional lainnya baik milik pemerintah atau
pun non-pemerintah yang berhubungan dengan ISO juga diizinkan ikut ambil
bagian dalam pekerjaan pembuatan standar internasional. Seperti dalam
pekerjaan pembuatan standarisasi elektroteknik, ISO bekerjasama erat
dengan Komisi Elektroteknik Internasional atau International
Electrotechnical Commision (IEC). Setiap draft standar internasional
yang dibuat oleh Komite Teknis ISO disosialisasikan terlebih dahulu
kepada seluruh anggota federasi ISO, dan baru bisa diterbitkan setelah
mendapat persetujuan sedikitnya 75% dari anggota federasi.
Produk-produk ISO yang terkenal antara lain:
ISO 9000 Series yang memuat tentang standar Sistem Manajemen Mutu.
ISO 14000 Series yang memuat tentang standar Sistem Manajemen Lingkungan.
ISO TS 17025 yang memuat tentang standar Pengujian dan Kalibrasi di Laboratorium.
ISO TS 16949 yang memuat tentang standar Sistem Manajemen Mutu di industri otomotif.
ISO 19011 yang memuat tentang standar Audit Sistem Manajemen Mutu dan
Lingkungan, standar ini digunakan untuk menggantikan ISO 10011 (Audit
Sistem Manajemen Mutu) dan ISO 14010, ISO 14011, ISO 14012 (Audit Sistem
Manajemen Lingkungan).
ISO mempunyai tiga misi utama, yaitu:
1. Mengembangkan standar internasional,
2. Menyebarkan informasi tentang standar internasional, dan
3. Mempromosikan implementasi standar internasional.
Sejarah Perkembangan ISO 9000
Sejak tahun 1946 federasi ISO memiliki visi untuk membuat satu
standar Pemastian Mutu (Quality Assurance) yang dikemudian hari juga
dikenal dengan istilah Sistem Manajemen Mutu (Quality Manajemen System).
Standar mutu ISO dikembangkan dari standar-standar mutu yang telah
ada dan digunakan secara luas. Pada tahun 1963, ISO mengadopsi standar
mutu milliter, MIL-Q-9858A yaitu Persyaratan Program Mutu (Quality
Program Requirements) dari USA dan standar mutu NATO, AQAP 1 untuk
standar Pemastian Mutunya. Pada tahun 1972, ISO mengadopsi standar BS
4891 (British Standard) yaitu Pedoman untuk Pemastian Mutu (A Guide to
Quality Assurance) dari Inggris. Kemudian berturut-turut pada tahun 1975
dan tahun 1979 mengadopsi lagi BS 5179 dan BS 5750.
Beberapa tahun kemudian dibentuk Komite Teknis ISO/TC 176 yang
bertugas membuat satu draft standar Pemastian Mutu (Quality Assurance)
dan Manajemen Mutu (Quality Management). Komite ini terdiri atas
wakil-wakil dari ISO, IEC dan BSI (British Standard Institute). Dengan
mengambil sejumlah standar-standar nasional negara anggotanya seperti;
BS 4891 & BS 5750 (Inggris), AFNOR Z50-110 (Perancis), DIN 55-355
(Jerman), ANSI/ASQC Z-1.15 & ASME NQA-1 (US) sebagai bahan dasar
untuk pembuatan draft standar tersebut.
Pada tahun 1987 komite ini berhasil merampungkan tugasnya dan
menerbitkan ISO 9000 Series yang kemudian dikenal sebagai ISO 9000 versi
1987.
Pada tahun-tahun berikutnya ISO berusaha untuk terus menyempurnakan
ISO 9000 Series (1987). Adanya sejumlah kategori yang belum dimasukkan
kedalam ISO 9000 Series, kecenderungan kompetisi global dan kebutuhan
akan keberterimaan secara universal, mendorong organisasi ini terus
berupaya menyempurnakan ISO 9000 Series.
Pada tahun 1994, Komite Teknis ISO berhasil menyelesaikan tugasnya
dan menerbitkan versi terbaru dari ISO 9000 series yang kemudian dikenal
sebagai ISO 9000 versi 1994. Perbedaan antara ISO 9000 versi 1987
dengan ISO 9000 versi 1994 tidaklah begitu besar. Sebagaimana
pendahulunya (ISO 9000 versi 1987), ISO 9000 versi 1994 masih
menggunakan seri ISO 9001, ISO 9002 dan ISO 9003 sebagai bagian dari
keluarga ISO 9000 Series. Namun pada ISO 9000 versi 1994 terdapat
sejumlah penambahan standar-standar pelengkap untuk beberapa jenis
(kategori) produk dan industri yang belum tercakup dalam ISO 9000 versi
1987. Selain itu pada ISO 9000 versi 1994, ditegaskan bahwa sertifikasi
ISO hanya diberikan untuk ISO 9001, ISO 9002 dan ISO 9003.
Bersamaan dengan promosi dan implementasi ISO 9000 versi 1994 secara
global, ISO terus melakukan perbaikan terhadap ISO 9000 versi 1994.
Sejumlah alasan dari upaya ini antara lain; adanya kebutuhan akan
peningkatan kepentingan pengguna ISO 9000 dan pelanggannya, manajemen
yang berorientasi kepada proses, peningkatan orientasi pada industri
manufaktur, terlalu banyak standar manajemen dan pedoman yang digunakan,
dan keinginan meningkatkan dari sekedar sertifikasi kearah Perbaikan
Kinerja (Performance Improvement). Untuk itu ISO mempunyai sejumlah visi
untuk tahun 2000 (Vision 2000) yaitu; Adanya satu standar manajemen
mutu, satu standar persyaratan pemastian mutu dan satu standar ‘Peta
Jalan’ (penjelasan umum).
Pada tahun 2000, Komite Teknis ISO berhasil menyelesaikan tugasnya
dan menerbitkan ISO 9000 Series versi 2000 yang lebih dikenal sebagai
ISO 9000:2000. Kali ini perubahan yang terjadi pada ISO 9000 Series
cukup besar dan penting (significant).
Pada ISO 9000:2000 dimasukkan Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu (Quality
Management Principles) sebagai dasar dalam melaksanakan Sistem
Manajemen Mutu. Istilah ‘Subcontraktor’ yang sebelumnya digunakan pada
ISO 9000 versi 1994 digantikan dengan ‘Supplier’, sedangkan istilah
‘Supplier’ digantikan dengan ‘Organization’. Selain itu istilah ‘Quality
Assurance’ pada ISO 9001 tidak digunakan lagi dan digantikan dengan
istilah ‘Quality Management System Requirements’..
ISO 9000:2000 juga melebur ISO 9001, ISO 9002 dan ISO 9003 menjadi
satu standar persyaratan pemastian mutu yaitu ISO 9001:2000 (ISO
9001:2000 adalah salah satu keluarga dari ISO 9000:2000). Sebelumnya
pemilihan penggunaan standar persyaratan pemastian mutu didasarkan pada
model aktifitas/proses tertentu yang dilakukan oleh perusahaan. Untuk
perusahaan yang melakukan aktifitas desain/pengembangan, produksi
(pengendalian proses), instalasi/pembelian dan servis harus menggunakan
ISO 9001. Sementara untuk perusahaan yang tidak melakukan aktifitas
desain, dan hanya melakukan aktifitas produksi, instalasi dan servis
harus menggunakan ISO 9002. Selanjutnya untuk perusahaan yang tidak
melakukan aktifitas desain, produksi, instalasi dan servis (misal:
perusahaan yang hanya melakukan aktifitas training atau inspeksi dan
pengujian saja) harus menggunakan ISO 9003. Berdasarkan ISO 9000:2000
semua perusahaan tanpa memperhatikan aktifitas yang dilakukan dan produk
yang dihasilkan cukup menggunakan satu standar persyaratan pemastian
mutu (persyaratan sistem manajemen mutu) yaitu ISO 9001:2000. Namun
demikian ada satu pasal dalam ISO 9001:2000 (Pasal 7: Product
Realization) yang penggunaan klausul-klausulnya boleh dikecualikan
disesuaikan dengan aktifitas-aktifitas yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan.
ISO 9001:2000 lebih memfokuskan diri terhadap Perbaikan Kinerja,
penggunaan struktur baru yang didasarkan pada Pendekatan Proses (Process
Approach), pengurangan prosedur terdokumentasi, penekanan pada
pemenuhan kepuasan pelanggan, analisa data untuk perbaikan dan
peningkatan kesesuaian dengan standar Sistem Manajemen Lingkungan (ISO
14001).
Pada ISO 9000 Series versi 1994, ISO 9004 (yang merupakan salah satu
keluarga dari ISO 9000) yang digunakan sebagai pedoman (Guidelines)
dalam melaksanakan ISO 9001, ISO 9002, dan ISO 9003. Sedangkan pada ISO
9000:2000, ia merupakan satu standar tersendiri dan pedoman untuk
Perbaikan Kinerja (Performance Improvements), dan bukan merupakan
pedoman dalam melaksanakan ISO 9001:2000.
Sebagian besar pasal-pasal dalam ISO 9000 Series versi 1994 masih
dipertahankan dan dipergunakan dalam ISO 9000:2000. Hanya saja struktur
dan penomorannya disempurnakan, beberapa klausul disederhanakan dan
digeneralisasi, kemudian dilakukan penambahan beberapa klausul yang
berkaitan dengan interaksi antar proses, perbaikan kinerja, komunikasi
baik internal maupun eksternal (pelanggan) dan pengukuran kepuasan
pelanggan.
Keluarga ISO 9000:2000 terdiri dari:
ISO 9000 yang memuat tentang Dasar-Dasar dan Istilah untuk Sistem Manajemen Mutu.
ISO 9001 yang memuat tentang Persyaratan-Persyaratan Sistem Manajemen Mutu.
ISO 9004 yang memuat tentang Panduan untuk Perbaikan Kinerja.
ISO 19011 yang memuat tentang Panduan dalam Audit Sistem Manajemen Mutu dan Lingkungan.
Manfaat Penerapan ISO 9001:2000
Dari semua anggota keluarga ISO 9000:2000, hanya ISO 9001 yang memuat
persyaratan-persyaratan ISO 9000:2000. Oleh karena itu sertifikasi ISO
9000:2000 (yang bersifat kontraktual) hanya diberikan untuk ISO 9001.
Jadi meskipun suatu perusahaan berhasil melakukan peningkatan kinerja,
kemudian menerapkan ISO 9004 hingga mencapai ‘Performance Excellence’,
namun sertifikasi yang bisa dimiliki tetap hanya sertifikasi ISO
9001:2000. Dengan pertimbangan di atas maka untuk selanjutnya pembahasan
dalam tulisan ini hanya akan difokuskan pada ISO 9001:2000.
Sebuah Organisasi/perusahaan yang menerapkan ISO 9001:2000 akan memperoleh sedikitnya 8 manfaat:
1. Dokumentasi mutu yang lebih baik.
ISO 9001 memberikan pedoman dalam mengelola sistem dokumentasi agar
dokumen-dokumen yang dibuat oleh suatu perusahaan bersifat efektif dan
efisien. Setiap organisasi menentukan tingkat dokumentasi yang
dibutuhkan dan media yang digunakan. Hal tersebut tergantung pada
faktor-faktor seperti; jenis dan ukuran organisasi, kompleksitas dan
interaksi proses-proses, kompleksitas produk, persyaratan pelanggan,
persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku, demonstrasi
kemampuan personel, dan faktor-faktor lainnya yang dibutuhkan untuk
mendemonstrasikan pemenuhan dari persyaratan-persyaratan sistem
manajemen mutu.
2. Pengendalian mutu secara sistematik.
Menurut pengertian ISO, mutu (quality) adalah kadar/tingkat yang
dimiliki oleh sekumpulan karakteristik yang melekat (yang menjadi sifat)
pada suatu produk atau pelayanan dalam memenuhi persyaratan.
Kadar/tingkat tersebut berdasarkan sifatnya dapat dibagi menjadi buruk
(poor), baik (good) atau baik sekali (excellent). Sedangkan yang
dimaksud dengan persyaratan (requirement) adalah kebutuhan atau harapan
(pelanggan) yang ditetapkan, yang secara umum wajib dipenuhi.
Dalam ISO 9001 pengendalian mutu harus dimulai dari masing-masing
proses yang terdapat dalam perusahaan. Setiap proses adalah input bagi
proses sesudahnya dan sekaligus merupakan output dari proses sebelumnya.
Karena proses-proses tersebut saling berinteraksi satu sama lain dalam
satu sistem, maka pengendalian mutu yang baik pada setiap proses
tentunya secara keseluruhan akan menghasilkan suatu pengendalian mutu
secara sistematik.
3. Koordinasi yang lebih baik.
Adanya kesamaan persepsi untuk menghasilkan output yang memenuhi
persyaratan dan kebutuhan akan adanya satu sistem yang mendukung
pencapaian hal tersebut, mendorong terjadinya kegiatan koordinasi antar
proses dalam sistem tersebut. ISO 9001 merancang suatu sistem manajemen
mutu yang mengarahkan proses-proses dalam suatu perusahaan agar
melakukan koordinasi yang lebih baik.
4. Deteksi awal ketidaksesuaian.
Ketidaksesuaian (non conformity) adalah ketidakmampuan untuk memenuhi
persyaratan, sedangkan cacat (defect) adalah ketidaksesuaian yang
berhubungan dengan kegunaan yang ditetapkan atau dimaksudkan. Dengan
adanya sistem pengendalian mutu yang baik dan didukung oleh koordinasi
antar proses, maka setiap ketidaksesuaian akan dapat dideteksi lebih
dini. Karena setiap proses selalu melakukan pemeriksaan terhadap output
dari proses lain (sebelumnya), maka diharapkan setiap ketidaksesuaian
yang terjadi dapat segera dikenali, diperbaiki dan dicegah agar tidak
berulang kembali.
5.Konsistensi mutu yang lebih baik.
Jika semua unsur yang membentuk sistem manajemen mutu melakukan upaya
terus menerus untuk memperbaiki kinerja dengan berdasar kepada pedoman
dan prosedur yang telah didokumentasikan, maka akan dihasilkan
konsistensi pengendalian mutu yang lebih baik.
6. Kepercayaan pelanggan bertambah.
Suatu perusahaan yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001
dengan baik, akan memberikan rasa aman terhadap pelanggan
produk/pelayanannya, dan pada akhirnya meningkatkan kepercayaan
(reliability). Kepercayaan tersebut timbul karena pelanggan melihat
bahwa kegiatan pemenuhan persyaratan-persyaratannya dikelola secara baik
dan memadai. Rasa aman dan kepercayaan ini kemudian akan berkembang
menjadi hubungan bisnis yang saling menguntungkan satu sama lain dan
berlangsung lama. Sebagai contoh; jika kita ingin membeli suatu produk
elektronik (seperti televisi) maka kita tentu lebih memilih untuk
membeli produk dari perusahaan yang bisa memberikan jaminan mutu
terhadap produk yang dihasilkannya. Jaminan mutu tersebut bisa berupa
garansi terhadap produk yang dijual. Perusahaan yang berani memberikan
garansi terhadap produk-produk yang dijualnya adalah perusahaan yang
yakin bahwa sistem manajemen mutunya telah dikelola dengan baik. Dengan
demikian kepercayaan kita sebagai pelanggan terhadap produk-produk yang
dijual oleh perusahaan tersebut, akan semakin bertambah.
7. Disiplin dalam pencatatan mutu bertambah.
ISO 9001 mensyaratkan adanya pengelolaan sistem pencatatan mutu yang
baik. Setiap catatan harus jelas, mudah dibaca, dapat diidentifikasi dan
diperoleh kembali dengan mudah. Dengan adanya persyaratan tersebut maka
perusahaan yang menerapkan ISO 9001 akan membuat suatu prosedur
pencatatan mutu termasuk pengendaliannya, yang menciptakan kedisiplinan
dalam pencatatan mutu.
8. Lebih banyak kesempatan untuk peningkatan.
Pada akhirnya penerapan ISO 9001 akan memberikan peluang-peluang bagi
peningkatan kinerja perusahaan yang diperoleh dari sistem dokumentasi
yang baik, pengendalian mutu secara sistematik, koordinasi antar proses
dalam sistem dan disiplin dalam pencatatan. Sehingga setiap
ketidaksesuaian dapat dideteksi lebih awal untuk diperbaiki dan dicegah
agar tidak berulang kembali. Sedangkan potensi-potensi munculnya
ketidaksesuaian yang belum terjadi akan dapat dikenali, kemudian dicegah
agar tidak terjadi.
‘The Consistent Pair’
ISO 9001 merupakan suatu standar persyaratan-persyaratan yang
terfokus pada proses-proses yang memberikan keyakinan bahwa persyaratan
pelanggan terhadap mutu produk akan terpehuhi.
Sedangkan ISO 9004 memberikan panduan dalam peningkatan secara
berkesinambungan proses-proses manajemen mutu dan kinerja yang mengarah
pada kesempurnaan bisnis (performance excellence).
ISO 9004 merupakan sarana penghubung atau panduan bagi perusahaan
yang telah menerapkan ISO 9001 dalam menuju kesempurnaan kinerja. Oleh
karena itu ISO 9004 merupakan pasangan yang serasi dengan ISO 9001, hal
ini diistilahkan dengan ‘The Consistent Pair’. Selanjutnya dengan
didukung oleh ISO 9000 dan ISO 19011, kedua pasangan ini akan
menyediakan kerangka kerja bagi keyakinan dan kesempurnaan bisnis
perusahaan.
Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu
Untuk memimpin dan menjalankan suatu organisasi dengan sukses, para
pemimpin (manajemen) hendaknya melakukannya dengan cara-cara yang
sistematik dan jelas. Sukses dapat dihasilkan dari implementasi dan
pemeliharaan sebuah sistem manajemen yang dirancang untuk perbaikan
kinerja (performance improvement) secara berkesinambungan.
ISO memperkenalkan 8 prinsip manajemen mutu yang dapat digunakan oleh
manajemen puncak suatu perusahaan dalam memimpin dan mengelola
organisasinya kearah perbaikan kinerja:
1. Organisasi yang terfokus pada pelanggan.
Organisasi tergantung pada pelanggannya dan oleh karena itu harus
memahami kebutuhan-kebutuhan pelanggan untuk masa sekarang dan yang akan
datang, memenuhi persyaratan-persyaratan pelanggan, dan berusaha untuk
melampaui harapan pelanggan.
2. Kepemimpinan.
Sebuah organisasi sangat tergantung kepada para pemimpinnya, oleh
karena itu para pemimpin harus menyatukan tujuan dan arah dari
organisasinya. Mereka harus menciptakan dan memelihara suatu lingkungan
internal, dimana semua orang bisa terlibat penuh dalam pencapaian
sasaran-sasaran organisasi.
3. Keterlibatan semua karyawan.
Karyawan pada setiap tingkatan adalah inti dari suatu organisasi dan
keterlibatan penuh mereka memungkinkan pemanfaatan kemampuan mereka demi
keuntungan organisasi.
4. Pendekatan Proses.
Suatu hasil yang diharapkan akan dapat dicapai dengan lebih efisien,
jika semua kegiatan dan sumber daya terkait dikelola sebagai sebuah
proses. Proses adalah suatu aktifitas atau sekumpulan aktifitas yang
menggunakan sumber daya-sumber daya (resources) untuk mengubah masukan
(input) menjadi keluaran (output). Untuk dapat berfungsi secara efektif,
suatu organisasi harus mengidentifikasi dan mengelola semua proses yang
saling berkait dan berinteraksi satu sama lainnya didalam organisasi
itu. Identifikasi dan pengelolaan secara sistematik proses-proses yang
digunakan oleh sebuah organisasi terutama interaksi antar proses-proses
tersebut dikenal sebagai ‘Pendekatan Proses’.
5. Pendekatan sistem dalam manajemen.
Pengenalan, pemahaman dan pengelolaan proses-proses yang saling
berkait sebagai sebuah sistem akan meningkatkan efektifitas dan
efisiensi dalam pencapaian sasaran-sasaran organisasi.
6. Peningkatan berkesinambungan.
Peningkatan berkesinambungan terhadap kinerja hendaknya menjadi suatu
sasaran permanen dari organisasi. Suatu organisasi yang melakukan
perbaikan terus menerus terhadap kinerjanya akan mampu bertahan dan
berkembang dalam kompetisi pasar global yang selalu berubah dari waktu
ke waktu.
7. Pendekatan secara fakta dalam membuat keputusan.
Keputusan-keputusan efektif haruslah didasarkan pada hasil analisa
data dan informasi yang aktual (sebenarnya). Terdapat 3 prinsip aktual
yaitu: Pergi kelokasi aktual, Melihat hal-hal yang aktual, dan
Memperhatikan keadaan-keadaan yang aktual. ‘Lokasi’ aktual bisa berarti
area produksi, gudang, kantor, ruang servis, dll. ‘Hal-hal’ yang aktual
bisa berarti mesin, pekerja, material, produk, pelayanan, dll. Sedangkan
‘Keadaan-keadaan’ yang aktual adalah situasi pada saat kejadian,
melihat masalah secara objektif dan menghindari penilaian subjektif.
8. Hubungan saling menguntungkan dengan pemasok.
Suatu organisasi dan pemasoknya memiliki ketergantungan satu sama
lain, dan dengan membangun hubungan yang saling menguntungkan satu sama
lain akan meningkatkan kemampuan keduanya untuk menghasilkan suatu nilai
(value). Nilai ini adalah suatu ‘potensi abstrak’ yang dimiliki suatu
perusahaan dalam bersaing dengan perusahaan sejenis. Jika dua perusahaan
yang menghasilkan produk yang sejenis dengan kualitas yang rata-rata
sama, dan dengan pelayanan yang sama bahkan dengan harga yang hampir
sama, kemudian bersaing dalam memasarkan produknya kepada pelanggan.
Maka hanya perusahaan yang memiliki ‘nilai’ yang akan berhasil
memenangkan persaingan tersebut.
Struktur ISO 9001:2000
1. Ruang Lingkup
2. Referensi Standar
3. Istilah dan Definisi
4. Sistem Manajemen Mutu
5. Tanggungjawab Manajemen
6. Manajemen Sumber Daya
7. Realisasi Produk
8. Pengukuran, Analisa dan Perbaikan
Lampiran A & B
Dasar Model Proses ISO 9001
ISO 9001:2000 menganggap semua persyaratan-persyaratan (klausul) nya
sebagai proses, oleh karena itu pemenuhan persyaratan-persyaratan ISO
juga dilakukan dengan pendekatan tersebut. Berbeda dengan ISO 9000 versi
1987 dan ISO 9000 versi 1994, yang metode pemenuhan
persyaratan-persyaratannya berdasarkan pemenuhan pasal demi pasal.
Di dalam ISO 9001:2000 yang menjadi persyaratan hanyalah pasal 4:
Sistem Manajemen Mutu, pasal 5: Tanggungjawab Manajemen, pasal 6:
Manajemen Sumber Daya, pasal 7: Realisasi Produk, dan pasal 8:
Pengukuran, Analisa dan Perbaikan. Jadi suatu perusahaan yang ingin
menerapkan ISO 9000 atau ingin mendapatkan sertifikasi ISO 9001 cukup
dengan menerapkan kelima pasal tersebut.
Jika dikelompokkan secara pendekatan proses maka pasal 5:
Tanggungjawab Manajemen dan pasal 6: Manajemen Sumber Daya merupakan
bagian dari Proses Perencanaan (plan), pasal 7: Realisasi Produk
merupakan bagian dari Proses Melakukan (do), dan pasal 8: Pengukuran,
Analisa dan Perbaikan merupakan bagian dari Proses Pemeriksaan (check)
dan Proses Tindakan (Act). Integrasi proses-proses Plan-Do-Check-Act
(PDCA) tersebut secara sistematik akan menghasilkan suatu pendekatan
Sistem Manajemen Mutu (pasal 4) kearah perbaikan kinerja secara
berkesinambungan.
Pengertian PDCA secara ringkas adalah:
Plan : menetapkan sasaran-sasaran dan proses-proses yang dibutuhkan
untuk memberikan hasil-hasil yang sesuai dengan persyaratan pelanggan
dan kebijakan organisasi.
Do : melaksanakan proses-proses
Check : memonitor dan mengukur proses-proses dan produk, kemudian
membandingkannya dengan kebijakan-kebijakan, sasaran-sasaran dan
persyaratan produk yang telah ditetapkan sebelumnya, melakukan analisa
data dan melaporkan hasil-hasilnya.
Act : melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja proses secara kontinu.
Dalam Model Proses ISO 9001, manajemen suatu organisasi setelah
memahami persyaratan-persyaratan Sistem Manajemen Mutu (pasal 4),
kemudian menetapkan komitmennya untuk melaksanakan sistem manajemen
mutu, menetapkan kebijakan mutu dan sasaran mutu, melakukan penetapan
dan pendelegasian tugas dan wewenang, menunjuk wakil manajemen yang
bertugas mengawasi pelaksanaan sistem manajemen mutu dan melakukan
tinjauan manajemen (pasal 5). Tanggungjawab manajemen tersebut merupakan
Proses Perencanaan (plan), dan organisasi harus memenuhi proses ini
terlebih dahulu dalam memulai suatu sistem manajemen mutu, barulah
kemudian menetapkan dokumentasi-dokumentasi yang diperlukan untuk
kelengkapan proses ini.
Yang dimaksud manajemen disini adalah manajemen puncak suatu
organisasi/perusahaan seperti; Presiden Direktur, Direktur, General
Manager, atau fungsi yang mengatur jalannya organisasi secara integral.
Proses berikutnya yang juga merupakan Proses Perencanaan (plan)
adalah Pengelolaan Sumber Daya (pasal 6), dimana organisasi menetapkan
sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan sistem
manajemen mutu dan memenuhi persyaratan pelanggan. Sumber daya tersebut
berupa sumber daya manusia (karyawan), infrastruktur (bangunan,
peralatan proses, alat transportasi, komunikasi, dll), dan lingkungan
kerja.
Pada tahap selanjutnya organisasi harus melaksanakan (do)
perencanaan-perencanaan yang telah ditetapkan dalam proses Realisasi
Produk (pasal 7). Pada proses ini organisasi menetapkan semua kebutuhan
untuk membuat proses, melakukan kegiatan verifikasi, validasi, monitor,
inspeksi, pengujian yang dibutuhkan untuk kriteria keberterimaan produk,
komunikasi dengan pelanggan, kegiatan desain dan pengembangan,
pembelian, kegiatan pengendalian perlengkapan produksi dan pelayanan,
pengendalian alat ukur, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, semua
kegiatan operasional suatu perusahaan merupakan bagian dari proses
Realisasi Produk dalam ISO 9001:2000. Pada tahapan ini Persyaratan
Pelanggan merupakan input bagi proses sedangkan outputnya adalah
Kepuasan Pelanggan.
Setelah proses implementasi (do) dijalankan, maka proses berikutnya
adalah pemeriksaan (check) hasil-hasil yang diperoleh dan penetapan
tindakan (act) yang diperlukan untuk perbaikan (pasal 8). Pada proses
ini organisasi memonitor dan mengukur kepuasan pelanggan, melakukan
audit mutu internal (internal quality audit), memonitor dan mengukur
proses-proses dan produk, melakukan pengendalian terhadap
ketidaksesuaian (non conformity) yang terjadi, menganalisa semua data
yang diperoleh termasuk kecenderungan proses-proses, kemudian melakukan
tindakan perbaikan dan pencegahan. Hasil dari proses ini kemudian
digunakan sebagai input bagi proses perencanaan selanjutnya.
Keempat proses diatas, Plan-Do-Check-Act (PDCA) merupakan satu siklus
yang tidak terputus dan saling berinteraksi satu sama lain. Siklus PDCA
sudah seharusnya digunakan untuk meningkatkan sistem manajemen mutu
(kinerja organisasi) secara terus menerus.
Konsep PDCA sudah dikembangkan sejak tahun 1920-an oleh Walter
Shewhart, kemudian dipopulerkan oleh Edwards Deming yang juga membawa
konsep ini ke Jepang. Sampai saat ini konsep ini diyakini merupakan
pemikiran terbaik dalam melakukan perbaikan secara berkesinambungan
terhadap suatu sistem.
Dapat kita simpulkan bahwa proses-proses yang ada dalam sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 mencakup 4 tahapan + 1 tahap yaitu:
1. Proses di manajemen puncak (tanggungjawab manajemen)
2. Proses pengelolaan sumberdaya
3. Proses realisasi produk/pelayanan
4. Proses pengukuran, analisa dan peningkatan
5. Proses untuk mendokumentasikan keempat proses di atas.
Perlu dipahami bahwa proses dokumentasi, baru dilakukan dan
ditentukan setelah organisasi menjalankan keempat proses yang
dipersyaratkan oleh sistem manajemen mutu ISO 9001. Dokumentasi yang
dilakukan dan media yang digunakan tergantung pada kebutuhan perusahaan
yang bersangkutan dan bertujuan untuk membuktikan pemenuhan keempat
proses di dalam ISO 9001.
Setelah memahami Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu yang menjadi landasan
dari keluarga ISO 9000:2000, dan Dasar Model Proses yang merupakan
konsep standar dari ISO 9001:2000, maka diharapkan kita akan lebih mudah
memahami semua persyaratan-persyaratan ISO 9001:2000. Pada bagian
selanjutnya saya akan membahas satu persatu persyaratan-persyaratan ISO
9001 berikut penjelasannya. Namun supaya pembahasan tersebut lebih
lengkap maka sebelum masuk kepada persyaratan, akan dijelaskan juga
secara singkat tentang pasal 1: Ruang Lingkup, pasal 2: Referensi
Standar, dan pasal 3: Istilah dan Definisi. Perlu digaris bawahi bahwa
pengertian produk di dalam ISO 9001:2000 bisa berarti produk (untuk
industri manufaktur) atau pelayanan (untuk industri jasa).
Pasal 1: RUANG LINGKUP
1.1 Umum
Standar Internasional ini menetapkan persyaratan untuk sistem manajemen mutu dimana suatu organisasi
a) perlu menunjukkan kemampuannya untuk menyediakan secara konsisten
produk yang memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan yang berlaku,
dan
b) bertujuan meningkatkan kepuasan pelanggan melalui penerapan sistem
yang efektif, termasuk proses peningkatan sistem secara berkelanjutan
dan jaminan kesesuaian terhadap persyaratan pelanggan dan peraturan yang
berlaku.
Catatan: Dalam Standar Internasional ini, istilah ‘produk’ diterapkan
pada produk yang dimaksudkan untuk, atau dibutuhkan oleh, pelanggan.
1.2 Penerapan
Semua persyaratan dari Standar Internasional ini bersifat umum dan
dimaksudkan untuk dapat digunakan pada semua jenis organisasi, tanpa
memperhatikan jenis, ukuran dan produk yang dihasilkan.
Jika ada persyaratan Standar Internasional yang tidak dapat
diterapkan karena sifat organisasi dan produknya, maka hal ini dapat
dipertimbangkan sebagai pengecualian.
Bila pengecualian dilakukan, maka pernyataan-pernyataan kesesuaian
terhadap Standar Internasional ini hanya dapat diterima jika
pengecualian terbatas hanya pada persyaratan dalam pasal 7, dan
pengecualian tersebut tidak mempengaruhi kemampuan, atau tanggungjawab
organisasi dalam menyediakan produk yang memenuhi persyaratan pelanggan
dan peraturan yang berlaku.
Penjelasan:
Ruang lingkup ISO 9001:2000 memuat cakupan persyaratan ISO 9001.
Ruang lingkup tersebut diperluas sampai pada pemenuhan kepuasan
pelanggan, yang mana hal ini merupakan sesuatu yang baru dari ISO
9001:2000. Persyaratan-persyaratan yang mempengaruhi kemampuan atau
tanggungjawab perusahaan untuk menyediakan produk yang sesuai tidak
boleh dikecualikan, sedangkan pengecualian hanya boleh dilakukan untuk
persyaratan-persyaratan yang terdapat di dalam pasal 7: Realisasi
Produk.
Pengecualian dalam pasal 7 disesuaikan dengan proses-proses yang
tidak dilakukan oleh perusahaan. Misalnya, jika suatu perusahaan tidak
melakukan proses desain dan pengembangan, maka proses tersebut boleh
tidak dimasukkan kedalam ruang lingkup ISO 9001-nya, dan pasal 7.3
tentang Desain dan Pengembangan boleh dikecualikan. Namun demikian semua
pengecualian harus dinyatakan di dalam dokumen Pedoman Mutu perusahaan.
Tentang dokumen Pedoman Mutu ini akan dijelaskan pada bagian yang akan
datang.
Pasal 2: REFERENSI STANDAR
Dokumen Standar berikut ini memuat ketentuan-ketentuan, yang mana
melalui referensi dalam teks ini terdapat semua persyaratan-persyaratan
dari Standar Internasional. Untuk referensi-referensi yang kadaluarsa,
akibat adanya perubahan-perubahan, atau revisi, maka publikasi dari
dokumen-dokumen tersebut dianggap tidak berlaku lagi. Namun demikian,
pihak-pihak yang memiliki perjanjian berdasarkan Standar Internasional
ini dianjurkan untuk meneliti kemungkinan penerapan edisi terbaru dari
dokumen standarnya. Untuk referensi-referensi yang tidak kadaluarsa,
edisi terakhir dari dokumen standar menunjukkan keabsahan berlakunya.
Anggota-anggota dari ISO dan IEC memelihara daftar Standar Internasional
yang masih berlaku saat ini.
ISO 9000:2000, Sistem Manajemen Mutu – Dasar dan Kosa Kata.
Penjelasan:
Bagian ini hanya menegaskan bahwa dengan terbitnya ISO 9000:2000 yang
merupakan edisi atau revisi terbaru dari seri ISO 9000, maka edisi
sebelumnya menjadi tidak berlaku lagi (obsolete). Sedangkan organisasi
yang telah memiliki perjanjian sebelumnya menggunakan Standar
Internasional ISO, seperti perusahaan yang telah memiliki sertifikasi
ISO 9000 versi sebelumnya (ISO 9001, ISO 9002, dan ISO 9003) dianjurkan
untuk memperbaharui sertifikasinya dan meneliti kemungkinan melakukan
transisi ke ISO 9000:2000. Kesempatan untuk menggunakan sertifikasi ISO
9000 versi 1994 masih diberikan sampai akhir tanggal 15 Desember 2003.
Setelah batas waktu itu sertifikasi ISO 9000 versi 1994 dianggap tidak
berlaku lagi.
Yang dimaksud dengan referensi yang tidak kadaluarsa adalah referensi
yang masih digunakan saat ini seperti ISO 9000:2000, Sistem Manajemen
Mutu – Dasar dan Kosa Kata; namun dokumen yang digunakan haruslah
dokumen dengan edisi terakhir.
Pasal 3: ISTILAH DAN DEFINISI
Untuk keperluan memenuhi tujuan dari Standar Internasional ini,
istilah-istilah dan definisi-definisi diberikan dalam pemakaian ISO
9000.
1) Diterbitkan (Revisi dari ISO 8402:1994 dan ISO 9000-1:1994)
Istilah berikut ini, digunakan dalam edisi terbaru ISO 9001 untuk
menggambarkan rantai pemasokan, telah diubah untuk mewakili kosa kata
yang digunakan saat ini:
Pemasok —> Organisasi —> Pelanggan
Istilah ‘Organisasi’ menggantikan istilah ‘Pemasok’ yang digunakan
dalam ISO 9001:1994, dan mengacu pada unit yang menerapkan Standar
Internasional ini. Selain itu, istilah ‘Pemasok’ sekarang menggantikan
istilah ‘subkontraktor’. Di sepanjang teks Standar Internasional ini,
bilamana ditemukan istilah ‘Produk’ maka bisa juga diartikan dengan
‘Pelayanan’.
Penjelasan:
Pada bagian ini dijelaskan tentang adanya perubahan beberapa istilah
yang digunakan dalam ISO 9000:2000. Beberapa istilah yang sebelumnya
digunakan dalam ISO 9001 versi 1994 diperbaharui dan digantikan dengan
istilah-istilah lain. Pada ISO 9001 versi 1994 bentuk rantai pemasokan
terlihat sebagai berikut:
Subkontraktor —> Pemasok —> Pelanggan
Pasal 4: SISTEM MANAJEMEN MUTU
4.1 Persyaratan Umum
Organisasi harus menetapkan, mendokumentasikan, melaksanakan dan
memelihara sebuah sistem manajemen mutu dan secara berkelanjutan
meningkatkan efektivitasnya sesuai dengan persyaratan Standar
Internasional ini.
Organisasi harus
a) mengidentifikasi proses-proses yang diperlukan oleh sistem manajemen mutu dan penerapannya di seluruh organisasi (lihat 1.2),
b) menentukan urutan dan interaksi dari proses-proses tersebut,
c) menentukan kriteria dan metode-metode yang diperlukan untuk
menjamin bahwa operasi dan pengendalian dari proses-proses tersebut
efektif.
d) menjamin ketersediaan sumber daya dan informasi yang diperlukan
untuk mendukung operasi dan pemantauan dari proses-proses tersebut,
e) memantau, mengukur, dan menganalisis proses-proses tersebut, dan
f) melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil-hasil yang
direncanakan dan peningkatan berkelanjutan dari proses tersebut.
Proses-proses ini harus dikelola oleh organisasi sesuai dengan persyaratan dari Standar Internasional ini.
Bila organisasi memilih untuk mengambil outsource (sumber daya diluar
organisasi) untuk proses yang berdampak pada kesesuaian produk terhadap
persyaratannya, maka organisasi harus menjamin pengendalian
proses-proses tersebut. Pengendalian proses-proses outsource itu harus
diidentifikasi dalam sistem manajemen mutu.
Catatan: Proses-proses yang diperlukan untuk sistem manajemen mutu
seperti diatas harus mencakup proses-proses untuk kegiatan manajemen,
penyediaan sumber daya, realisasi produk dan pengukuran.
Penjelasan:
Pasal ini menguraikan persyaratan-persyaratan umum yang harus
dipenuhi oleh suatu organisasi yang melaksanakan sistem manajemen mutu.
Di dalamnya dinyatakan, organisasi harus menetapkan, yaitu merancang dan
membuat satu sistem manajemen mutu, kemudian mendokumentasikan sistem
itu dan melaksanakannya secara menyeluruh di dalam organisasi.
Organisasi juga harus memelihara sistem manajemen mutu tersebut dan
berusaha meningkatkan efektifitasnya dengan mengacu pada
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Standar Internasional (ISO).
Organisasi harus mengidentifikasi proses-proses yang diperlukan oleh
sistem manajemen mutu, artinya dalam perancangan dan pembuatan sistem
manajemen mutu, organisasi harus mengenal semua proses-proses yang ada
di dalamnya. Istilah yang biasa digunakan untuk tahapan ini adalah
Pemetaan Proses (process mapping) atau Proses Bisnis (Business Process).
Proses-proses tersebut secara umum seperti telah dikemukakan
sebelumnya, dapat dikelompokkan menjadi proses-proses di Manajemen
Puncak (Tanggungjawab Manajemen); Pengelolaan Sumber daya; Realisasi
Produk; Pengukuran, Analisa dan Perbaikan; kemudian dilengkapi dengan
proses Dokumentasi.
Misalnya, apakah di dalam organisasi terdapat proses penetapan
tanggungjawab dan wewenang? Pendelegasian tanggungjawab dan wewenang
tersebut? serta komunikasi internal untuk mensosialisasikan hal ini?
Jika jawabannya Ya, maka proses tersebut merupakan bagian dari kelompok
proses Tanggungjawab Manajemen. Sedangkan jika jawabannya Belum ada,
maka proses-proses tersebut harus dibuat atau ditetapkan.
Sementara itu pada kelompok proses Realisasi Produk yang merupakan
bagian inti dari aktivitas suatu perusahaan, proses-proses yang termasuk
kedalam kelompok ini tergantung pada kegiatan-kegiatan operasional dari
perusahaan yang bersangkutan. Secara umum, proses-proses di dalam
Realisasi Produk dapat dikelompokkan menjadi proses-proses utama (main
processes) dan proses-proses pendukung (supporting processes). Contoh
pertama, jika aktivitas utama dari suatu perusahaan adalah penjualan
retail (distribusi), maka yang termasuk proses-proses utama dari
Realisasi Produknya adalah; proses penanganan order, proses pengadaan
produk, proses pengiriman produk, dan proses instalasi. Sedangkan yang
menjadi proses-proses pendukungnya adalah; proses verifikasi penerimaan
produk, proses penyimpanan produk, proses pelatihan penggunaan produk,
proses perbaikan produk, dll. Contoh kedua, jika aktivitas utama dari
suatu organisasi adalah p! roduksi suatu instrument elektronik, maka
yang termasuk proses-proses utama dari Realisasi Produknya adalah;
proses perakitan bagian-bagian (sub-assembly), proses perakitan utama
(main assembly), proses pengujian fungsi (function testing), dan proses
pengepakan (packaging). Sedangkan yang menjadi proses-proses
pendukungnya adalah; proses verifikasi penerimaan material (incoming
inspection), proses pengiriman material ke area produksi (material
preparation), proses penyimpanan produk akhir (product inventory),
proses pengiriman produk (delivery), dll.
Penjelasan lebih lanjut tentang proses-proses yang harus ada di dalam
suatu organisasi yang menerapkan ISO 9001:2000 termasuk
persyaratan-persyaratannya, akan diuraikan dalam pasal-pasal Standar
Internasional berikutnya.
Setelah semua proses-proses yang terdapat di dalam perusahaan
dikelompokkan sesuai dengan konsep pendekatan proses dalam ISO
9001:2000, maka selanjutnya kita harus menentukan urutan dan interaksi
antar proses-proses tersebut. Urutan dan interaksi itu harus
menggambarkan aliran proses-proses secara sistematik dan keterkaitan
(pengaruh) nya satu sama lain. Masih dalam kerangka Pemetaan Proses,
setiap proses yang memiliki keterkaitan dan pengaruh dengan proses lain
kemudian dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan satu garis
penghubung (linear) berikut tanda arahnya, atau menggunakan lebih dari
satu garis penghubung (multidirectional) jika proses itu memiliki
keterkaitan dengan beberapa proses.
Begitu anda selesai melakukan Pemetaan Proses, maka anda akan dapat
melihat gambaran umum tentang perusahaan anda atau Proses Bisnis yang
berlangsung di dalamnya. Peta Proses juga merupakan gambaran dari sistem
manajemen mutu di perusahaan anda. Selanjutnya dengan mempelajari dan
memahami pasal-pasal ISO 9001 yang lain, anda akan menyadari bahwa
terdapat sejumlah proses yang belum ada dan harus dibuat, atau mungkin
ada proses yang sebenarnya tidak dibutuhkan dan bisa dihilangkan. Dengan
kata lain, identifikasi (pengenalan) proses-proses, kemudian penetapan
urutan dan interaksinya merupakan langkah awal pembuatan satu sistem
manajemen mutu.
Lebih lanjut dalam pasal 4.1 dinyatakan bahwa, organisasi harus
menentukan kriteria-kriteria dan metode-metode yang diperlukan untuk
menjamin bahwa operasi dan pengendalian dari proses-proses tersebut
berjalan efektif. Persyaratan ini mengandung pengertian bahwa organisasi
harus menetapkan kriteria-kriteria untuk kesesuaian proses dan
pengendaliannya, kemudian membuat metode-metode standar dalam rangka
memenuhi kriteria-kriteria tersebut. Tahapan ini biasa juga dikenal
dengan Perencanaan Mutu (quality plan). Misalnya, ditetapkan kriteria
untuk keberterimaan produk yang sesuai (passing rate) adalah >= 98%,
maka untuk memenuhi kriteria tersebut harus dibuat perencanaan atau
metode yang dibutuhkan untuk mencapainya. Selain itu organisasi harus
menyiapkan metode untuk mengendalikan proses-proses pemenuhan kriteria
tersebut agar dilakukan secara efektif. Salah satu bentuk metode
pengendalian adalah adanya kegiatan pengaw! asan (monitoring) dan
pengukuran terhadap hasil-hasil pelaksanaan proses-proses.
Organisasi harus menjamin ketersediaan sumber daya dan informasi yang
diperlukan untuk mendukung operasi dan pemantauan dari proses-proses.
Sumber daya yang dimaksud disini adalah sumber daya manusia (karyawan)
yang memiliki keahlian-keahlian yang dibutuhkan, lokasi kerja (bangunan,
stasiun kerja, bengkel, dll), peralatan-peralatan yang dibutuhkan untuk
mendukung operasi (mesin, perkakas kerja, alat bantu, alat
transportasi, alat komunikasi, dll), material-material pendukung, dan
peralatan yang dibutuhkan untuk pemantauan proses-proses (alat ukur,
alat uji, dll). Sedangkan yang termasuk informasi adalah semua referensi
dan data-data yang dibutuhkan untuk melaksanakan operasi dan memantau
hasil-hasilnya.
Selanjutnya organisasi harus memantau, mengukur, dan menganalisa
proses-proses yang dijalankannya. Hasil-hasil pemantauan dan pengukuran
tersebut berupa rekaman-rekaman (records) yang dapat digunakan sebagai
bahan bagi analisa terhadap kemampuan dan kesesuaian proses-proses.
Analisa data dapat dilakukan dengan menggunakan metode-metode statistik,
jika memungkinkan, dan memperhatikan kecenderungan (trend)
proses-proses. Hasil dari analisa data pemantauan dan pengukuran
proses-proses bisa berupa ditemukannya penyebab-penyebab terjadinya
ketidaksesuaian atau penyimpangan proses, dan ditetapkannya sejumlah
alternatif perbaikan yang bisa dilakukan.
Terakhir, organisasi harus melakukan tindakan yang diperlukan untuk
memperbaiki proses-proses, memeriksa dan menganalisa hasil-hasil
tindakan perbaikan yang dilakukan, melakukan standarisasi untuk tindakan
perbaikan yang sesuai, atau memilih tindakan perbaikan lain yang lebih
tepat dan efektif dalam rangka mencapai hasil-hasil yang direncanakan
dan meningkatkan secara kontinu kinerja dari proses-proses tersebut.
Bila organisasi mengambil outsource (sumber daya diluar organisasi
atau subkontraktor) untuk proses yang berdampak pada kesesuaian produk
terhadap persyaratannya, maka organisasi harus menjamin pengendalian
proses-proses tersebut. Pengendalian yang dimaksud yakni, organisasi
harus memantau dan memeriksa (melakukan seleksi) kemampuan
outsources-nya. Pemantauan dan pemeriksaan ini mencakup kesesuaian
operasional outsource dalam memenuhi produk yang sesuai dengan
persyaratan, dan kesesuaian produk-produk yang dipasok. Selain itu
organisasi harus melakukan evaluasi dalam interval waktu tertentu
terhadap kemampuan outsouce-nya dalam memenuhi persyaratan. Pengendalian
proses-proses outsource itu juga harus dinyatakan dalam sistem
manajemen mutu.
4.2 Persyaratan Dokumentasi
4.2.1 Umum
Dokumentasi sistem manajemen mutu harus mencakup
a) pernyataan terdokumentasi dari kebijakan mutu dan sasaran mutu,
b) pedoman mutu,
c) prosedur-prosedur terdokumentasi yang disyaratkan oleh Standar Internasional ini,
d) dokumen-dokumen yang diperlukan oleh organisasi untuk menjamin
keefektifan perencanaan, operasi dan pengendalian dari proses-prosesnya,
dan
e) rekaman yang dipersyaratkan Standar Internasional ini (lihat 4.2.4).
Catatan 1: Jika istilah ‘Prosedur terdokumentasi’ muncul dalam
Standar Internasional ini, hal itu berarti prosedur perlu dibuat,
didokumentasikan, dilaksanakan dan dipelihara.
Catatan 2: Cakupan dari dokumentasi sistem manajemen mutu dapat berbeda dari satu organisasi dengan yang lain tergantung pada
a) ukuran organisasi dan jenis kegiatannya,
b) kompleksitas proses-proses dan interaksinya, dan
c) kompetensi dari personil.
Catatan 3: Dokumentasi dapat dalam bentuk atau media jenis apa saja.
Penjelasan:
Pasal ini menguraikan persyaratan-persyaratan umum tentang
dokumentasi sistem manajemen mutu yang harus dipenuhi oleh suatu
organisasi yang menjalankan ISO 9001. Secara umum, dokumentasi sistem
manajemen mutu terbagi atas dua yaitu; Dokumen dan Rekaman (records).
Dokumen adalah semua tulisan/pernyataan terdokumentasi yang memuat
ketentuan-ketentuan, petunjuk umum/khusus, prosedur, instruksi, dan
referensi-referensi, yang dibuat sebelum pelaksanaan proses-proses dan
digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan proses-proses. Sedangkan
rekaman adalah semua catatan-catatan atau data yang diperoleh dari hasil
pelaksanaan proses-proses.
Dalam pasal 4.2.1 dinyatakan, organisasi harus menetapkan, yaitu
membuat pernyataan terdokumentasi tentang kebijakan mutu dan sasaran
mutu; pedoman mutu; prosedur mutu; dokumen-dokumen yang diperlukan untuk
menjamin keefektifan perencanaan, operasi dan pengendalian
proses-proses; dan rekaman (records) yang dibutuhkan untuk memenuhi
semua persyaratan ISO.
Kebijakan mutu hampir sama dengan visi perusahaan tentang mutu,
disini dinyatakan tujuan-tujuan jangka panjang dari perusahaan tentang
mutu, dan terkadang dalam bentuk yang hampir mirip dengan sebuah impian.
Organisasi boleh saja mengutip kalimat-kalimat yang terdapat dalam
Standar ISO sebagai pernyataan kebijakan mutunya. Beberapa contoh
pernyataan kebijakan mutu adalah: “Kami akan memenuhi harapan pelanggan
atau bahkan melampauinya, dan Kami akan mengerjakan apa yang kami
ucapkan”, atau, “Kami akan memahami semua kebutuhan dan persyaratan
pelanggan, menggunakan seluruh sumber daya untuk memenuhinya dengan
sebaik-baiknya dan berusaha meningkatkan kepuasan pelanggan.”
Sasaran mutu adalah misi-misi jangka pendek perusahaan tentang mutu
yang diperkirakan dapat dicapai dalam jangka waktu tertentu dan
hasil-hasilnya dapat diukur. Contoh sasaran mutu: “Jumlah keluhan
pelanggan kurang dari 2 keluhan/ bulan”, atau, “Persentase kesesuaian
produk akhir (passing rate) >= 96.8%”.
Kebijakan mutu dan sasaran-sasaran mutu ini harus didokumentasikan (ditulis) dan disosialisasikan kepada seluruh organisasi.
Pedoman mutu adalah petunjuk umum (guidelines) dalam pelaksanaan
sistem manajemen mutu yang memuat garis besar ruang lingkup sistem
manajemen mutu, prosedur terdokumentasi yang harus ditetapkan dan juga
interaksi antar proses-proses (process mapping) dari sistem manajemen
mutu (lihat 4.2.2).
Prosedur mutu (Standar Operational Procedure/SOP) adalah semua
petunjuk pelaksanaan proses-proses yang terdapat dalam sistem manajemen
mutu. Ia merupakan penjabaran sistematis dari pedoman mutu, oleh karena
itu semua prosedur yang dibuat harus mengacu atau merujuk kepada
pernyataan-pernyataan dalam pedoman mutu.
Sedangkan yang dimaksud dengan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk
menjamin keefektifan perencanaan, operasi dan pengendalian proses-proses
adalah dokumen-dokumen yang memuat rincian/langkah-langkah pelaksanaan
proses secara efektif dan efisien, seperti; instruksi kerja (working
instruction), diagram alir proses (process flowchart), dll. Dokumen ini
dibuat jika penjelasan dalam prosedur-prosedur mutu dirasa masih belum
cukup.
Seperti telah dikemukakan di atas, rekaman (records) merupakan
catatan-catatan yang dibuat atau diperoleh dari hasil pelaksanaan
proses-proses, dimana catatan-catatan ini dibutuhkan sebagai bahan
analisa untuk perbaikan dan bukti pemenuhan persyaratan-persyaratan ISO
9001.
4.2.2 Pedoman Mutu
Organisasi harus menetapkan dan memelihara pedoman mutu yang mencakup
a) ruang lingkup sistem manajemen mutu, termasuk perincian dan alasan pembenaran adanya pengecualian (lihat 1.2),
b) prosedur terdokumentasi yang ditetapkan untuk sistem manajemen mutu, atau merujuk kepadanya, dan
c) gambaran interaksi antara proses-proses dari sistem manajemen mutu
Penjelasan:
Pasal ini menjelaskan bagian-bagian yang harus ada dalam sebuah dokumen Pedoman Mutu.
4.2.3 Pengendalian Dokumen
Dokumen yang diperlukan oleh sistem manajemen mutu harus
dikendalikan. Rekaman adalah jenis dokumen khusus dan harus dikendalikan
sesuai persyaratan yang diberikan pada 4.2.4.
Prosedur terdokumentasi harus dibuat untuk menetapkan pengendalian yang dibutuhkan
a) mengesahkan dokumen untuk kecukupan sebelum diterbitkan,
b) meninjau dan memperbaharui sesuai keperluan dan mengesahkan ulang dokumen,
c) menjamin bahwa perubahan dan status revisi yang berlaku dari dokumen diidentifikasi,
d) menjamin versi dokumen yang berlaku tersedia di tempat penggunaan,
e) menjamin bahwa dokumen tetap dapat dibaca dan mudah diidentifikasi,
f) menjamin bahwa dokumen yang berasal dari luar (eksternal) diidentifikasi dan distribusinya dikendalikan, dan
g) mencegah penggunaan yang tidak diharapkan dari dokumen yang
kadaluarsa, dan menerapkan identifikasi yang sesuai jika dokumen lama
disimpan untuk tujuan tertentu.
Penjelasan:
Organisasi harus membuat prosedur untuk pengendalian dokumen. Di
dalamnya harus memuat ketentuan-ketentuan tentang siapa yang berhak
membuat dokumen, mengesahkan dokumen, meninjau, memperbaharui dan
mengesahkan kembali dokumen baru, serta mendistribusikan
dokumen-dokumen. Di dalamnya juga harus terdapat ketentuan tentang
ketersediaan dokumen ditempat penggunanya, sistem penomoran dan status
revisi (identifikasi dokumen), termasuk penomoran dan pengendalian
dokumen eksternal. Selain itu juga harus terdapat ketentuan tentang
pengendalian dokumen yang kadaluarsa (obsolete), masa simpan dan metode
pemusnahan dokumen obsolete.
4.2.4 Pengendalian Rekaman
Rekaman harus dibuat dan dipelihara untuk memberikan bukti kesesuaian
terhadap persyaratan dan efektivitas operasi dari sistem manajemen
mutu. Rekaman harus tetap dapat dibaca, mudah dikenali dan diambil.
Prosedur terdokumentasi harus dibuat untuk menetapkan pengendalian yang
diperlukan untuk identifikasi, penyimpanan, perlindungan, penarikan,
masa simpan dan pemusnahan rekaman.
Penjelasan:
Rekaman (records) yang dibuat tergantung pada kebutuhan organisasi
akan data-data untuk analisa dan peningkatan, serta kebutuhan akan bukti
pemenuhan semua persyaratan-persyaratan Standar ISO. Dengan kata lain,
adanya rekaman menunjukkan adanya kegiatan dari proses-proses yang telah
dipersyaratkan Standar Internasional dan adanya pengendalian terhadap
proses-proses tersebut
Pasal 5: TANGGUNGJAWAB MANAJEMEN
5.1 Komitmen Manajemen
Manajemen puncak harus menyediakan bukti atas komitmennya untuk
pengembangan dan penerapan sistem manajemen mutu dan secara
berkelanjutan meningkatkan keefektifannya melalui
a) komunikasi kepada organisasi tentang pentingnya memenuhi persyaratan pelanggan demikian juga peraturan dan hukum,
b) menetapkan kebijakan mutu,
c) menjamin bahwa sasaran-sasaran mutu telah ditetapkan,
d) melaksanakan tinjauan manajemen, dan
e) menjamin ketersediaan sumber daya.
Penjelasan:
Pasal ini memuat persyaratan yang harus dipenuhi oleh Manajemen
Puncak suatu perusahaan untuk membuktikan komitmennya dalam menjalankan
sistem manajemen mutu. Bukti-bukti tersebut adalah: Pertama, adanya
komunikasi dalam organisasi tentang pentingnya memenuhi persyaratan
pelanggan, peraturan perundang-undangan dan hukum. Bukti komunikasi
dapat berupa diadakannya pertemuan antara Manajemen Puncak dengan semua
fungsi yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan sistem manajemen mutu,
dimana dalam pertemuan itu salah satu agendanya adalah penyadaran dan
pemahaman tentang pentingnya pemenuhan persyaratan pelanggan, peraturan
perundang-undangan dan hukum. Bukti-bukti komunikasi tersebut juga dapat
berupa pemasangan slogan-slogan atau pernyataan-pernyataan komitmen
tentang mutu (poster, photo, dll) pada tempat-tempat yang bisa dilihat
dengan mudah di dalam lingkungan organisasi, atau pembuatan dan
pendistribusian informasi-inform! asi tentang mutu melalui media cetak
internal perusahaan (majalah, brosur, memo, dll).
Kedua, Manajemen Puncak bertanggungjawab dalam membuat kebijakan mutu
organisasi dan kebijakan mutu fungsi-fungsi (departemen) yang ada dalam
organisasi. Selanjutnya, kebijakan-kebijakan mutu tersebut harus
didokumentasikan sebagai bukti adanya komitmen Manajemen Puncak. Seperti
telah dikemukakan di atas (penjelasan 4.2.1) kebijakan mutu memuat
tujuan-tujuan jangka panjang yang ingin dicapai oleh organisasi tentang
mutu, yang mencakup keinginan untuk memenuhi persyaratan pelanggan.
Selain bertanggungjawab dalam membuat kebijakan mutu organisasi,
Manajemen Puncak juga bertanggungjawab dalam membuat kebijakan mutu
tiap-tiap departemen yang tercakup dalam sistem manajemen mutunya. Namun
seringkali dalam kenyataannya kebijakan mutu masing-masing departemen
dibuat dan ditetapkan oleh kepala departemen yang bersangkutan. Hal ini
sebenarnya tidak menjadi persoalan selama dalam penetapan tersebut
tiap-tiap kepala departemen mengkomunikasikan dan mengkonsultasikan
terlebih dahulu kebijakan mutu departemennya dengan Manajemen Puncak
organisasi sebelum diterbitkan. Bagaimana pun akan lebih baik jika semua
kebijakan mutu yang merupakan petunjuk dan arah organisasi, ditetapkan
oleh pihak yang memahami betul kemana suatu organisasi akan dibawa atau
yang mengerti pengelolaan organisasi secara menyeluruh, yaitu Manajemen
Puncak, supaya integralitas organisasi tetap bisa dipelihara. Penting
untuk dimengerti bahwa kebijakan mutu yang dibuat untuk suatu departemen
harus sesuai dengan kebijakan mutu organisasi, dan mendukung atau
saling berhubungan dengan kebijakan mutu departemen lainnya.
Ketiga, Manajemen Puncak bertanggungjawab dalam menjamin
sasaran-sasaran mutu organisasi dan sasaran-sasaran mutu departemen
telah ditetapkan. Maksudnya Manajemen Puncak harus menjabarkan kebijakan
mutunya kedalam sasaran-sasaran mutu yang diperkirakan dapat dicapai
dalam interval waktu tertentu berdasarkan analisa data sebelumnya.
Sedikit berbeda dengan kebijakan mutu, sasaran-sasaran mutu departemen
boleh ditetapkan oleh tiap-tiap kepala departemen dengan selalu mengacu
pada kebijakan mutu departemen yang bersangkutan. Seperti halnya
kebijakan mutu, maka sasaran-sasaran mutu tersebut juga harus
didokumentasikan sebagai bukti adanya komitmen Manajemen Puncak.
Keempat, Manajemen Puncak bertanggungjawab melaksanakan tinjauan
manajemen, yaitu suatu aktifitas evaluasi terhadap kesinambungan dan
efektifitas sistem manajemen mutu. Tentang hal ini akan dibahas lebih
lanjut dalam pasal 5.6. Bukti komitmen ini biasanya berupa adanya
rangkuman hasil rapat tinjauan manajemen (minutes meeting) jika tinjauan
manajemen dilakukan dalam bentuk rapat, atau catatan-catatan lainnya
yang menunjukkan telah dilaksanakannya tinjauan manajemen terhadap
kesinambungan dan efektifitas pelaksanaan sistem manajemen mutu.
Kelima, Manajemen Puncak harus menunjukkan bukti komitmennya dalam
menjamin ketersediaan sumber daya. Bukti komitmen ini dapat dilihat dari
kecukupan sumber daya yang dimiliki (terlihat pada saat Audit, red)
termasuk adanya data pengelolaan dan pemeliharaan sumber daya, seperti;
data kompetensi karyawan, pelatihan karyawan, kesehatan karyawan,
kecelakaan kerja, pemeliharaan peralatan, pemeliharaan alat transportasi
dan komunikasi, pemeliharaan gedung, dll.
Pasal 5.1 secara umum memuat tanggungjawab Manajemen Puncak dalam
memperlihatkan bukti-bukti pemenuhan komitmennya yang mencakup kelima
hal di atas, sedangkan pada pasal-pasal berikutnya (5.2, 5.3, dst)
memuat tanggungjawab Manajemen Puncak dalam memenuhi
persyaratan-persyaratan kelima hal tersebut.
5.2 Fokus Pelanggan
Manajemen puncak harus menjamin bahwa persyaratan pelanggan
ditetapkan dan dipenuhi dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan (lihat 7.2.1 dan 8.2.1).
Penjelasan:
Manajemen Puncak bertanggungjawab dalam menjamin bahwa persyaratan
pelanggan ditetapkan dan dipenuhi, baik persyaratan yang dinyatakan oleh
pelanggan maupun persyaratan yang tidak dinyatakan oleh pelanggan tapi
bakal sangat diperlukan oleh pelanggan, jika diketahui. Tentang hal ini
akan dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 7.2.1 dan 8.2.1. Tanggungjawab
dengan fokus terhadap pelanggan ini merupakan persyaratan baru di dalam
ISO 9001 dan menunjukkan semakin meningkatnya keinginan organisasi
Standar Internasional ini untuk memperhatikan kepentingan pelanggan yang
merupakan unsur utama bagi kelangsungan hidup suatu organisasi.
5.3 Kebijakan Mutu
Manajemen puncak harus menjamin bahwa kebijakan mutu
a) sesuai dengan tujuan dari organisasi,
b) mencakup komitmen untuk memenuhi persyaratan dan secara berkelanjutan meningkatkan keefektifan sistem manajemen mutu,
c) menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan dan meninjau sasaran-sasaran mutu,
d) dikomunikasikan dan dimengerti dalam organisasi, dan
e) ditinjau untuk kesesuaian dari kelanjutannya.
Penjelasan:
Pasal ini merupakan pelengkap untuk pasal 5.1b, yang mana memuat
persyaratan-persyaratan untuk suatu kebijakan mutu yang ditetapkan oleh
Manajemen Puncak, termasuk tanggungjawab Manajemen Puncak terhadap
sosialisasinya disepanjang organisasi.
Kebijakan mutu harus sesuai dengan tujuan dari pembentukan/pendirian
organisasi, yang selain mencari profit (keuntungan) juga berorientasi
pada pemenuhan persyaratan pelanggan, peraturan perundang-undangan dan
hukum. Kebijakan mutu juga harus mencakup atau secara implisit memuat
komitmen untuk memperbaiki efektifitas pelaksanaan sistem manajemen mutu
dalam rangka memenuhi persyaratan tersebut. Selain itu kebijakan mutu
harus menyediakan kerangka kerja (ruang) bagi penetapan dan peninjauan
sasaran mutu, maksudnya kebijakan mutu yang ditetapkan harus jelas
(tidak bias) dan memberi peluang bagi penetapan sasaran-sasaran mutu
yang terukur.
Manajemen Puncak juga bertanggungjawab dalam menjamin kebijakan mutu
tersebut dikomunikasikan dan dimengerti oleh semua fungsi yang terlibat
dalam sistem manajemen mutu atau mempengaruhi mutu, kemudian ditinjau
dalam interval waktu tertentu untuk meningkatkan kesesuaiannya dengan
kinerja organisasi. Tidak jarang kebijakan mutu perusahaan bersifat
permanen (tidak diubah) dalam jangka waktu yang lama, namun peninjauan
terhadap kesesuaiannya harus tetap dilakukan sebelum ditetapkan kembali
sebagai kebijakan mutu pada masa berikutnya.
5.4 Perencanaan
5.4.1 Sasaran Mutu
Manajemen puncak harus menjamin bahwa sasaran mutu, termasuk hal yang
dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan produk (lihat 7.1a), ditetapkan
pada fungsi dan tingkatan yang sesuai dalam organisasi. Sasaran mutu
harus dapat diukur dan konsisten dengan kebijakan mutu.
Penjelasan:
Pasal ini merupakan pelengkap untuk pasal 5.1c, yang mana memuat
persyaratan-persyaratan untuk suatu sasaran mutu yang ditetapkan oleh
Manajemen Puncak. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa
sasaran-sasaran mutu harus ditetapkan baik untuk organisasi maupun untuk
tiap-tiap fungsi (departemen). Sasaran-sasaran mutu tersebut harus
dapat diukur (misal: jumlah keluhan pelanggan <= 2 keluhan/bulan) dan
juga harus sesuai/sejalan dengan kebijakan mutu. Ada pun penetapan
sasaran mutu dan perencanaan sistem manajemen mutu (akan dijelaskan pada
pasal berikutnya, red) merupakan bagian utama dari proses perencanaan
(plan) dalam proses Tanggungjawab Manajemen.
5.4.2 Perencanaan Sistem Manajemen Mutu
Manajemen puncak harus menjamin bahwa
a) perencanaan sistem manajemen mutu dilaksanakan dalam rangka
memenuhi persyaratan yang diberikan dalam pasal 4.1, demikian juga
sasaran-sasaran mutu, dan
b) integritas sistem manajemen mutu dipelihara ketika perubahan terhadap sistem manajemen mutu direncanakan dan diterapkan.
Penjelasan:
Pasal ini memuat tanggungjawab Manajemen Puncak dalam membuat
perencanaan untuk sistem manajemen mutu, dimana
persyaratan-persyaratannya mengacu pada persyaratan-persyaratan umum
dalam pasal 4.1 tentang sistem manajemen mutu. Dengan kata lain pasal
ini menegaskan bahwa tanggungjawab perencanaan sistem manajemen mutu dan
pemenuhan persyaratan-persyaratannya adalah dilakukan oleh Manajemen
Puncak. Sementara itu dalam perencanaan sistem manajemen mutu termasuk
dalam peninjauan dan perubahannya, integritas (kesatuan) antar
proses-proses dalam sistem manajemen mutu harus tetap dipelihara.
5.5 Tanggungjawab, Wewenang dan Komunikasi
5.5.1 Tanggungjawab dan Wewenang
Manajemen puncak harus memastikan bahwa tanggungjawab dan wewenang ditetapkan dan dikomunikasikan dalam organisasi.
Penjelasan:
Pasal ini memuat tanggungjawab Manajemen Puncak dalam menetapkan
tanggungjawab dan wewenang setiap fungsi di dalam organisasinya.
Penetapan tanggungjawab dan wewenang tersebut yaitu dalam bentuk
penetapan tugas-tugas (job descriptions) dan wewenang (responsibility)
suatu fungsi (kepala departemen, supervisor, engineer, staf, operator,
dll) yang pekerjaannya berpengaruh terhadap mutu dari produk/pelayanan
yang dihasilkan oleh organisasi. Tanggungjawab dan wewenang yang telah
ditetapkan itu selanjutnya harus didokumentasikan, dikomunikasikan,
dipahami oleh fungsi-fungsi yang bersangkutan, dan hendaknya tersedia
dilingkungan kerja fungsi-fungsi tersebut.
5.5.2 Wakil Manajemen
Manajemen puncak harus menunjuk salah seorang anggota manajemen, yang
diluar tanggungjawab lainnya, yang memiliki tanggungjawab dan wewenang
yang mencakup:
a) menjamin bahwa proses-proses yang dibutuhkan oleh sistem manajemen mutu dibuat, diterapkan dan dipelihara,
b) melaporkan kepada manajemen puncak akan kinerja dari sistem manajemen mutu dan kebutuhan untuk peningkatannya, dan
c) menjamin promosi kesadaran akan pemenuhan persyaratan pelanggan ke seluruh organisasi.
Catatan: Tanggungjawab wakil manajemen dapat mencakup sebagai
penghubung dengan pihak luar dalam masalah yang berhubungan dengan
sistem manajemen mutu.
Penjelasan:
Pasal ini memuat tanggungjawab Manajemen Puncak untuk menunjuk atau
mengangkat seorang wakil dari pihak Manajemen Puncak yang
bertanggungjawab dalam pembuatan, dan pengelolaan proses-proses yang
dibutuhkan oleh sistem manajemen mutu (pemenuhan persyaratan ISO 9001)
termasuk pelaksanaannya. Wakil manajemen ini bertanggungjawab melaporkan
hasil kinerja dari sistem manajemen mutu organisasi, yang diperoleh
dari pemantauan dan pemeriksaan (audit) terhadap pemenuhan persyaratan
sistem manajemen mutu ISO 9001:2000. Wakil manajemen juga
bertanggungjawab dalam mempromosikan dan meningkatkan kesadaran
(awareness) semua fungsi dalam memenuhi persyaratan pelanggan atau
persyaratan ISO 9001:2000.
5.5.3 Komunikasi Internal
Manajemen puncak harus memastikan bahwa proses komunikasi yang sesuai
ditetapkan dalam organisasi dan komunikasi tersebut juga mengambil
tempat berkenaan dengan keefektifan sistem manajemen mutu.
Penjelasan:
Pasal ini merupakan pelengkap untuk pasal 5.1a, yang mana memuat
tanggungjawab Manajemen Puncak untuk memastikan adanya komunikasi
internal yang memadai di dalam organisasi. Komunikasi tersebut mencakup
komunikasi antar karyawan dalam suatu fungsi (departemen) dan komunikasi
antar fungsi-fungsi dalam organisasi. Dalam bentuk kongkrit komunikasi
itu berupa pertemuan-pertemuan (rapat) yang dilakukan untuk membahas dan
meninjau kinerja proses-proses, informasi-informasi baru, perubahan
persyaratan pelanggan, evaluasi tindakan perbaikan dan pencegahan, dsb.
5.6 Tinjauan Manajemen
5.6.1 Umum
Manajemen puncak harus meninjau sistem manajemen mutu organisasinya,
dalam selang waktu yang direncanakan, untuk memastikan kelanjutan
kesesuaiannya, kecukupan dan efektivitasnya. Tinjauan ini harus mencakup
penilaian kesempatan untuk peningkatan dan kebutuhan perubahan sistem
manajemen mutu, termasuk kebijakan mutu dan sasaran mutu.
Rekaman dari tinjauan manajemen harus dipelihara (lihat 4.2.4).
Penjelasan:
Pasal ini menegaskan bahwa Manajemen Puncak bertanggungjawab untuk
meninjau (mengevaluasi) pelaksanaan sistem manajemen mutu organisasinya.
Dalam persyaratan ISO 9001:2000 tidak dinyatakan secara rinci bentuk
aktifitas tinjauan manajemen tersebut. Kebanyakan perusahaan-perusahaan
melakukan rapat tinjauan manajemen (management review meeting) sebagai
upaya untuk memenuhi persyaratan ini. Selain dalam bentuk rapat,
sebenarnya tinjauan manajemen juga dapat dilakukan dengan cara
mengumpulkan semua catatan-catatan (records) tentang pemenuhan
persyaratan sistem manajemen mutu ISO 9001:2000, kemudian menyusunnya
sedemikian rupa menjadi semacam laporan dan menyerahkannya kepada
Manajemen Puncak untuk ditinjau dan ditindaklanjuti. Beberapa perusahaan
bahkan menggunakan sarana email (electronic mail) untuk berkomunikasi
tentang efektifitas pelaksanaan sistem manajemen mutu pada waktu yang
telah disepakati, mela! kukan evaluasi, dan saling memberikan masukan
untuk peningkatan kinerja sistem manajemen mutu. Hasil komunikasi via
email tersebut kemudian dirangkum dan didokumentasikan, selanjutnya
dapat dijadikan sebagai bukti telah dilakukannya tinjauan manajemen.
Jadi tidak ada keharusan tinjauan manajemen harus dalam bentuk pertemuan
(rapat), namun demikian, menurut penulis metode pertemuan adalah cara
paling efektif untuk melakukan tinjauan terhadap efektifitas pelaksanaan
sistem manajemen mutu.
5.6.2 Masukan Tinjauan
Masukan tinjauan manajemen harus mencakup informasi akan:
a) hasil-hasil audit,
b) umpan balik pelanggan,
c) kinerja proses dan kesesuaian produk,
d) status tindakan-tindakan pencegahan dan perbaikan,
e) tindak lanjut dari tinjauan manajemen terdahulu,
f) perubahan yang dapat mempengaruhi sistem manajemen mutu, dan
g) rekomendasi untuk peningkatan.
Penjelasan:
Pasal ini memuat bentuk-bentuk masukan (input) yang diperlukan
sebagai bahan dasar dalam suatu tinjauan manajemen. Bentuk-bentuk
masukan tersebut yaitu:
- Hasil-hasil audit yang memuat temuan-temuan selama audit mutu
internal (internal quality audit) terhadap proses-proses dalam sistem
manajemen mutu.
- Umpan balik pelanggan yang mencakup; data keluhan pelanggan
(customer complaint), hasil penelitian kepuasan pelanggan (customer
satisfaction survey), dan informasi-informasi lainnya dari pihak-pihak
yang memiliki kepentingan seperti halnya pelanggan.
- Kinerja proses yang mencakup; hasil analisa kecenderungan proses
(process trend) dan kemampuan proses (process capability). Kemampuan
proses merupakan kinerja dari proses dalam menghasilkan produk yang
sesuai persyaratan, secara kontinu. Kemampuan proses bisa didapat dari
pemantauan dan analisa terhadap variasi dan penyebaran dari
karakteristik proses (process characteristic) dengan menggunakan metode
statistik (statistical process control/SPC). Penggunaan SPC dalam
menganalisa kinerja proses lebih cocok digunakan pada organisasi
manufaktur, tetapi tidak begitu sesuai digunakan pada organsiasi jasa
(service) karena data penyebaran karakteristik proses pada industri jasa
sulit diperoleh. Pengukuran kemampuan proses pada industri jasa salah
satunya bisa dilakukan dengan mengukur kemampuan melakukan pelayanan
yang sesuai dalam target waktu penyelesaian yang telah ditetapkan.
Selain data p! enyebaran karakteristik proses, data kesesuaian produk
yang dihasilkan merupakan bagian penting yang dibutuhkan dalam
menganalisa kemampuan proses. Kesesuaian produk adalah data hasil
inspeksi produk/pelayanan (outgoing inspection) sebelum diserahkan
kepada pelanggan, termasuk pengelompokkan kategori ketidaksesuaian
produk berdasarkan kekritisannya (major/minor/recommedation).
- Status tindakan-tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah,
sedang, atau akan dilakukan, termasuk hasil-hasil yang telah dicapai
dari tindakan-tindakan tersebut.
- Tindak lanjut atau status dari hasil tinjauan manajemen sebelumnya,
termasuk kendala-kendala yang dihadapi dan perlu dibahas dalam tinjauan
manajemen.
- Perubahan-perubahan internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi
sistem manajemen mutu, baik yang bersifat positif maupun negatif.
- Rekomendasi atau saran-saran untuk peningkatan kinerja sistem manajemen mutu dan proses-prosesnya.
5.6.3 Keluaran Tinjauan
Keluaran dari tinjauan manajemen harus mencakup adanya keputusan dan tindakan yang berhubungan dengan
a) peningkatan keefektifan sistem manajemen mutu dan proses-prosesnya,
b) peningkatan dari produk yang berhubungan dengan persyaratan pelanggan,
c) kebutuhan sumber daya.
Penjelasan:
Pasal ini memuat bentuk-bentuk keluaran (output) yang diharapkan
diperoleh dari suatu tinjauan manajemen. Bentuk-bentuk keluaran tersebut
yaitu:
- Keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan
peningkatan keefektifan sistem manajemen mutu dan proses-prosesnya,
seperti; penyesuaian tanggungjawab dan wewenang, perubahan prosedur
kerja, perubahan tata ruang (lay out), perubahan kebijakan mutu dan
sasaran-sasaran mutu, penyesuaian strategi, dsb.
- Keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan
peningkatan dari produk yang berhubungan dengan persyaratan pelanggan,
seperti; perubahan desain (re-engineering), penambahan alat ekstra
(accessories), peningkatan keamanan produk (safety), penyesuaian
spesifikasi kesesuaian produk, penyesuaian dengan aspek lingkungan, dsb.
- Keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan
kebutuhan akan sumber daya, seperti; penambahan karyawan, pelatihan
karyawan, peningkatan kerjasama dengan lembaga pendidikan/penelitian,
pemindahan lokasi perusahaan, penambahan gedung atau ruang kerja,
penambahan peralatan, peningkatan kemampuan perangkat keras dan
perangkat lunak (hardware/software), penyesuaian alat ukur/uji,
transportasi, komunikasi, dsb.
Pasal 6: MANAJEMEN SUMBER DAYA
6.1 Penyediaan Sumber Daya
Organisasi harus menetapkan dan menyediakan, sumber daya yang dibutuhkan
a) untuk melaksanakan dan memelihara sistem manajemen mutu, dan secara berkesinambungan meningkatkan efektifitasnya, dan
b) untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dengan memenuhi persyaratan pelanggan.
Penjelasan:
Pasal ini secara umum memuat jenis-jenis sumber daya yang harus
disediakan oleh suatu organisasi/perusahaan dalam memenuhi persyaratan
ISO 9001:2000. Penjelasan lebih lengkap tentang sumber daya tersebut
dimuat dalam pasal-pasal selanjutnya (lihat 6.2, 6.3, dan 6.4).
6.2 Sumber Daya Manusia
6.2.1 Umum
Personil yang melakukan pekerjaan yang berpengaruh pada mutu produk
harus kompeten berdasar pada kesesuaian pendidikan, pelatihan,
keterampilan dan pengalaman.
Penjelasan:
Secara umum yang dimaksud sumber daya manusia adalah semua
personil/karyawan yang pekerjaan dan tanggungjawabnya mempengaruhi mutu
produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Mutu produk yang
dihasilkan tersebut tidak hanya bergantung pada personil-personil di
bagian produksi saja, tetapi juga bergantung pada aktifitas-aktifitas
yang dilakukan oleh personil-personil di bagian lain dalam sistem
manajemen mutu perusahaan.
Secara ilustratif dapat dikemukakan bahwa bagian produksi
bertanggungjawab dalam memproses material (input) menjadi produk
(output) yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan bagian
penjamin mutu (quality assurance), bagian pembelian bertanggungjawab
dalam pemilihan pemasok dan pembelian barang/material yang sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan oleh pengguna dalam ruang lingkup
perusahaan, sementara bagian penjamin mutu memiliki tanggungjawab dalam
memastikan bahwa setiap produk yang akan diterima oleh pelanggan telah
memenuhi persyaratan pelanggan, dst. Oleh karena itu yang termasuk
kedalam sumber daya manusia tidak hanya personil-personil yang
mengerjakan produk secara langsung seperti bagian produksi atau
pelayanan, tapi juga termasuk personil-personil bagian pembelian,
gudang/penyimpanan (warehouse/inventory), penjamin mutu (quality
assurance), teknisi (technical/engineering), pe! ngiriman (delivery),
dll.
Disebabkan personil-personil yang pekerjaan dan tanggungjawabnya
berpengaruh terhadap mutu produk yang dihasilkan juga akan mempengaruhi
kepuasan pelanggan, maka personil-personil tersebut harus memiliki
kompetensi atau kecakapan yang sesuai dengan pekerjaannya. Dimana
kecakapan tersebut dapat dinilai berdasarkan latar belakang pendidikan,
pelatihan (training), keterampilan dan pengalaman yang dimilikinya.
6.2.2 Kompetensi, Pengetahuan dan Pelatihan
Organisasi harus
a) menetapkan kompetensi yang dibutuhkan untuk karyawan yang melaksanakan kegiatan yang berpengaruh pada mutu produk,
b) memberikan pelatihan atau mengambil tindakan lainnya untuk memenuhi kebutuhan ini,
c) mengevaluasi keefektifan tindakan yang diambil tersebut,
d) memastikan bahwa personil mengetahui akan relevansi dan arti
penting kegiatan mereka dan bagaimana mereka memberikan kontribusi
terhadap pencapaian sasaran mutu, dan
e) memelihara rekaman-rekaman yang sesuai dari pendidikan, pelatihan, keterampilan dan pengalaman (lihat 4.2.4).
Penjelasan:
Pada pasal ini dijelaskan tentang persyaratan-persyaratan
(proses-proses) apa saja yang harus dipenuhi oleh perusahaan dalam
penyediaan sumber daya manusianya.
Pertama, suatu perusahaan harus menetapkan kompetensi yang dibutuhkan
(minimum requirements) untuk setiap fungsi dengan mengacu pada
tanggungjawab dan wewenang dari fungsi-fungsi tersebut seperti yang
telah ditetapkan oleh Manajemen Puncak (lihat 5.5.1). Dalam proses
penetapan ini terdapat suatu metode populer yang dikenal dengan
"competency needs matrix" yang dapat digunakan untuk memetakan
kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan untuk setiap fungsi/posisi dalam
suatu perusahaan. Secara ringkas matriks ini memuat nama-nama fungsi,
pendidikan minimum, keterampilan-keterampilan (skills), dan
pengetahuan-pengetahuan tambahan lainnya. Kemudian untuk setiap
keterampilan dan pengetahuan diberi nilai rentang (range) tertentu
sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Sebagai contoh untuk posisi manager produksi, ditetapkan bahwa
pendidikan minimum adalah Sarjana (S-1) Teknik,
keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki antara lain; kepemimpinan
(leadership), pemecahan masalah (problem solving), komunikasi
(communication), industrial engineering (line balancing, work sampling,
dsb), just in time, pengendalian mutu terpadu (total quality
management), ISO 9000 & ISO 14000, sistem manajemen keselamatan
kerja (SMK3), 5S, statistical process control, six sigma, balanced
scorecard, dll. Selain itu ditetapkan juga pengetahuan-pengetahuan
tambahan lainnya seperti; english, hukum ketenagakerjaan (labor law),
administrasi, komputer, self development, fire fighting, dll.
Selanjutnya untuk setiap keterampilan dan pengetahuan diberi nilai
rentang tertentu, misalnya 0-4; dimana 0=tidak mengetahui sama sekali,
1=mengetahui, 2=memahami, 3=bisa menerapkan, 4=mampu mengembangkan; atau
dengan menggunakan nilai rentang 0-55=kurang, 56-70=cukup, 71-85=baik,
86-100=baik sekali. Sekali lagi, penetapan nilai rentang ini sangat
tergantung dari kebutuhan perusahaan. Matriks kebutuhan kompetensi ini
selanjutnya dijadikan pedoman dalam proses perekrutan karyawan baru
maupun pengembangan karyawan lama. Dengan menggunakan format yang sama
seperti matriks kebutuhan kompetensi ini, setiap departemen kemudian
membuat rincian kompetensi untuk setiap personilnya. Dari pemetaan ini
nanti akan terlihat kompetensi setiap personil dan kebutuhan akan
peningkatan kecakapan mereka.
Kedua, perusahaan harus menyediakan pelatihan untuk memenuhi atau
meningkatkan kompetensi dari personil-personilnya. Untuk itu perusahaan
harus menyusun perencanaan pelatihan (training plan) untuk masing-masing
departemen. Bagaimanapun tentunya training plan tersebut disusun
berdasarkan matriks kebutuhan kompetensi masing-masing personil.
Adakalanya karena keterbatasan kemampuan, perusahaan tidak bisa
menyediakan training, maka perusahaan harus tetap mengambil tindakan
lain untuk memenuhi kebutuhan akan kompetensi personilnya.
Tindakan-tindakan lain tersebut bisa berupa penyediaan buku-buku atau
peralatan yang dibutuhkan sehingga karyawan bisa belajar sendiri
(otodidak).
Ketiga, perusahaan harus melakukan proses evaluasi terhadap
efektifitas pelatihan atau tindakan lain yang telah dilakukan. Evaluasi
ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk tergantung dari
sasaran-sasaran pelatihan itu sendiri. Untuk pelatihan dengan sasaran
hanya agar peserta memiliki pengetahuan tentang topik yang disampaikan,
maka tes secara tertulis setelah pelatihan berakhir dianggap sudah cukup
memadai. Sedangkan untuk pelatihan yang memiliki sasaran agar peserta
dapat menggunakan pengetahuan yang didapat dari pelatihan dalam
melaksanaan pekerjaan sehari-harinya, maka evaluasi dapat dilakukan
secara periodik (misal: per-bulan setelah pelatihan) terhadap
hasil-hasil pekerjaan dari peserta pelatihan. Evaluasi ini kemudian
disimpulkan setelah beberapa bulan penilaian, apakah pelatihan tersebut
sudah efektif atau diperlukan pelatihan tambahan/tindak lanjut lainnya.
Namun demikian secara umum ada 2 langkah dalam mengevaluasi pelat! ihan:
langkah pertama, dengan melakukan tes pendahuluan (pre-test) terhadap
materi pelatihan sebelum dilakukannya pelatihan dan kemudian melakukan
tes akhir (post-test) setelah pelatihan berakhir untuk melihat
persentase pemahaman peserta pelatihan terhadap materi yang disampaikan;
langkah kedua, meminta atasan langsung dari peserta pelatihan yang
bersangkutan untuk melakukan penilaian terhadap hasil pelatihan dalam
pekerjaan sehari-hari bawahannya itu, seperti dengan memberikan tugas
tertentu (job assignment) yang sesuai dalam batas waktu penyelesaian
yang ditetapkan.
Keempat, perusahaan harus memastikan bahwa personil mengetahui akan
relevansi dan arti penting kegiatan mereka dan bagaimana mereka
memberikan kontribusi terhadap pencapaian sasaran mutu. Dalam hal ini
perusahaan, khususnya setiap kepala departemen harus melakukan upaya
penyadaran (awareness) terhadap seluruh personilnya tentang tugas-tugas
dan tanggungjawab mereka, serta hubungan/relevansi antara pekerjaan
mereka dengan bagian-bagian lain. Selain itu ditekankan agar setiap
personil bekerja secara sungguh-sungguh sesuai prosedur yang telah
ditetapkan karena hasil-hasil pekerjaan mereka berpengaruh terhadap
kestabilan proses-proses sesudah mereka, serta bahwa kualitas pekerjaan
mereka juga sangat berpengaruh terhadap pencapaian sasaran-sasaran mutu
departemen dan perusahaan. Dengan proses keempat ini setiap personil
diharapkan dapat memahami tugas-tugas dan tanggungjawab masing-masing,
serta sadar bahwa mereka adalah bagian pe! nting (aset) bagi perusahaan
meski sekecil apapun tanggungjawab mereka.
Kelima, perusahaan harus memelihara rekaman-rekaman atau
catatan-catatan yang sesuai dari pendidikan, pelatihan, keterampilan dan
pengalaman semua personilnya seperti; matriks kebutuhan kompetensi,
riwayat pendidikan/pelatihan, hasil evaluasi pelatihan, dan salinan
sertifikat-sertifikat pendidikan/pelatihan.
Menurut penulis, pasal 6.2.2 tentang kompetensi dan pelatihan ini
menggambarkan bahwa personil/karyawan adalah aset bagi perusahaan yang
harus dipelihara dan dikembangkan agar memberikan hasil-hasil yang
maksimal. Sudah seharusnya pandangan yang menganggap bahwa karyawan
hanyalah sebagai objek semata harus ditinggalkan, karena sangat tidak
relevan dengan kenyataan sesungguhnya dimana kemajuan dan kesinambungan
suatu organisasi/perusahaan tidak terlepas dari kontribusi yang
diberikan oleh karyawan-karyawannya.
6.3 Infrastruktur
Organisasi harus menetapkan, menyediakan dan memelihara infrastruktur
yang diperlukan untuk mencapai kesesuaian dengan persyaratan produk.
Infrastruktur termasuk, jika dapat diterapkan
a) bangunan, ruang kerja dan keperluan sejenis,
b) peralatan proses (baik perangkat keras dan perangkat lunak) dan
c) layanan pendukung (seperti pengangkutan atau komunikasi)
Penjelasan:
Salah satu sumber daya yang penting dalam mendukung proses pemenuhan
persyaratan pelanggan dalam kerangka sistem manajemen mutu adalah
infrastruktur. Semua yang termasuk kedalam infrastruktur seperti yang
dijelaskan dalam pasal 6.3 tersebut, harus ditetapkan dan disediakan
secara memadai berdasarkan kebutuhan pelaksanaan proses-proses. Dengan
kata lain infrastruktur yang digunakan haruslah yang masih mampu
mendukung proses menghasilkan produk yang sesuai dengan persyaratan
pelanggan (tidak kadaluarsa). Disamping itu perusahaan juga harus
melakukan proses pemeliharaan terhadap infrastruktur secara periodik.
Bukti pemeliharaan infrastruktur berupa catatan-catatan (records)
seperti; catatan-catatan pengelolaan bangunan, perawatan
mesin/peralatan, perawatan alat transportasi, dan lain-lain juga harus
dipelihara sebagai bukti pemenuhan persyaratan ISO.
6.4 Lingkungan Kerja
Organisasi harus menetapkan dan mengelola lingkungan kerja yang dibutuhkan untuk mencapai kesesuaian dengan persyaratan produk.
Penjelasan:
Yang dimaksud dengan lingkungan kerja adalah semua area yang
digunakan untuk menjalankan sistem manajemen mutu. Perusahaan harus
menetapkan lingkungan kerja yang baik dan memadai bagi proses-proses
dalam sistem manajemen mutunya seperti; tata ruang area kerja, jalur
keluar masuknya material/produk akhir/karyawan, termasuk kenyamanan dan
keamanan lingkungan kerja tersebut bagi semua karyawan. Pengelolaan
lingkungan kerja harus dilakukan secara efisien dengan memperhatikan
aspek-aspek yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku terutama aspek keselamatan kerja.
Pasal 7: REALISASI PRODUK
7.1 Perencanaan Realisasi Produk
Organisasi harus merencanakan dan mengembangkan proses yang
dibutuhkan untuk realisasi produk. Perencanaan realisasi produk harus
konsisten dengan persyaratan lain dari proses-proses sistem manajemen
mutu (lihat 4.1).
Dalam merencanakan realisasi produk, organisasi harus menentukan hal berikut, yang sesuai:
a) sasaran mutu dan persyaratan produk,
b) kebutuhan untuk membuat proses, dokumen, dan menyediakan sumber daya yang spesifik untuk produk,
c) kegiatan verifikasi, validasi, pemantauan, inspeksi dan kegiatan
uji yang spesifik yang dibutuhkan untuk produk dan kriteria
keberterimaan produk,
d) rekaman yang dibutuhkan untuk memberikan bukti bahwa proses
realisasi dan produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan (lihat 4.2.4).
Keluaran dari perencanaan ini harus dalam bentuk yang sesuai untuk metode operasi organisasi.
Catatan 1: Dokumen yang menjelaskan proses sistem manajemen mutu
(termasuk proses realisasi produk) dan sumber daya yang diterapkan untuk
produk, proyek atau kontrak tertentu, dapat dijadikan acuan sebagai
rencana mutu.
Catatan 2: Organisasi dapat juga menerapkan persyaratan yang diberikan di pasal 7.3 untuk mengembangkan proses realisasi produk.
Penjelasan:
Perencanaan realisasi produk adalah perencanaan terhadap
proses-proses yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk.
Proses-proses tersebut tergantung pada jenis produk atau pelayanan yang
dihasilkan. Seperti telah dijelaskan pada pasal 4.1, secara umum,
proses-proses di dalam realisasi produk dapat dikelompokkan menjadi
proses-proses utama (main processes) dan proses-proses pendukung
(supporting processes). Semua proses ini harus direncanakan, ditetapkan,
ditinjau untuk pengembangan dan disesuaikan dengan persyaratan sistem
manajemen mutu sebelum sebuah proses produksi dimulai.
Dalam perencanaan proses-proses, organisasi harus menentukan sasaran
mutu dan persyaratan untuk masing2 produk. Beberapa contoh sasaran mutu
untuk produk antara lain: meningkatkan persentase keberterimaan produk
(persentase keberterimaan produk tiap bulan minimum 96.8%), meningkatkan
kepuasan pelanggan (jumlah keluhan pelanggan maksimal 1 keluhan per
bulan), pengiriman yang cepat dan tepat (waktu pengiriman maksimal 1
bulan setelah order pembelian diterima), dll. Sedangkan persyaratan
produk biasanya ditetapkan berdasarkan spesifikasi yang diberikan oleh
pelanggan, atau spesifikasi yang tidak dinyatakan oleh pelanggan tapi
dianggap perlu bagi pelanggan, undang-undang, dan peraturan lain yang
berlaku. Aspek-aspek yang terkait dengan persyaratan produk/pelayanan
antara lain: dimensi, jumlah, warna, berat, kecepatan, waktu, kemasan,
resolusi, jenis material, tegangan AC/DC, dsb.
Selanjutnya perusahaan menetapkan kebutuhan-kebutuhan untuk membuat
atau menjalankan proses-proses yang telah direncanakan, serta
dokumentasi dan sumber daya spesifik lainnya untuk produk.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut mencakup kebutuhan akan sumber daya
manusia, infrastruktur, informasi dan lingkungan kerja yang memadai.
Perusahaan kemudian juga harus menetapkan kegiatan verifikasi, validasi,
pemantauan, inspeksi dan kegiatan uji yang spesifik yang dibutuhkan
untuk produk dan penentuan keberterimaan produk, termasuk rekaman
(catatan) yang dibutuhkan untuk memberikan bukti bahwa proses realisasi
dan produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan.
7.2 Proses-Proses yang Terkait dengan Pelanggan
7.2.1 Penetapan Persyaratan yang Berhubungan dengan Produk
Organisasi harus menentukan,
a) persyaratan yang ditetapkan oleh pelanggan, termasuk persyaratan untuk pengiriman dan kegiatan-kegiatan setelah pengiriman,
b) persyaratan produk yang tidak dinyatakan oleh pelanggan tetapi dibutuhkan untuk penggunaan tertentu, jika diketahui,
c) persyaratan undang-undang dan peraturan hukum yang berhubungan dengan produk, dan
d) persyaratan tambahan yang ditentukan oleh organisasi.
Penjelasan:
Pasal ini menjelaskan aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam
menetapkan persyaratan-persyaratan yang berhubungan dengan produk.
Persyaratan produk bisa berasal dari pelanggan seperti: dimensi produk,
warna produk, material yang digunakan, kemampuan spesifik yang
berhubungan dengan kegunaan produk, tegangan AC/DC yang digunakan untuk
produk yang bersangkutan, jenis kemasan, batas waktu pengiriman,
instalasi, dsb. Persyaratan yang tidak dinyatakan oleh pelanggan tetapi
dibutuhkan untuk penggunaan tertentu antara lain: alat-alat tambahan
(accessories), zat kimia khusus dalam kemasan untuk menurunkan
kelembaban, jenis transportasi yang digunakan, dll.
7.2.2 Tinjauan Persyaratan yang Berhubungan dengan Produk
Organisasi harus meninjau persyaratan yang berhubungan dengan produk.
Tinjauan ini harus dilaksanakan sebelum organisasi berkomitmen untuk
memasok produk ke pelanggan (seperti; pengiriman tender, persetujuan
kontrak atau order, persetujuan perubahan kontrak atau order) dan harus
memastikan bahwa,
a) persyaratan produk ditetapkan,
b) persyaratan kontrak atau order yang berbeda dengan yang dinyatakan sebelumnya harus diselesaikan, dan
c) organisasi memiliki kemampuan untuk memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Rekaman dari hasil tinjauan dan tindakan yang muncul dari tinjauan harus dipelihara (llihat 4.2.4).
Bila pelanggan tidak memberikan pernyataan terdokumentasi,
persyaratan pelanggan harus dikonfirmasikan oleh organisasi sebelum
diterima.
Bila persyaratan produk berubah, organisasi harus memastikan bahwa
dokumen yang relevan diubah dan personil yang relevan memahami akan
adanya perubahan persyaratan.
Catatan: Dalam beberapa keadaan, seperti penjualan melalui internet,
tinjauan formal tidak dapat dilaksanakan untuk masing-masing order.
Tetapi tinjauan dapat meliputi informasi produk yang relevan seperti
katalog atau materi iklan.
Penjelasan:
Tinjauan terhadap persyaratan produk seharusnya dilakukan sebelum
perusahaan menyatakan komitmen akan kesanggupannya untuk memasok produk
yang dipesan oleh pelanggan. Tinjauan ini biasanya dilakukan segera
setelah perusahaan menerima permintaan penawaran (inquiry) suatu produk
dari pelanggannya, tinjauan dilakukan untuk memastikan bahwa persyaratan
produk ditetapkan terlebih dahulu atau disepakati bersama, dan
perusahaan memiliki kemampuan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan
tersebut.
Hasil dari tinjauan terhadap persyaratan produk bisa berupa jawaban
positif ataupun negatif. Jawaban bersifat positif, apabila perusahaan
mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pelanggan, sedangkan
jawaban bersifat negatif apabila perusahaan tidak mampu atau memiliki
keterbatasan dalam memenuhi persyaratan produk yang ditetapkan
pelanggan. Untuk jawaban yang positif perusahaan akan mengirimkan
dokumen penawaran (quotation) dari produk yang akan dipasok, dokumen
penawaran hendaknya memuat semua persyaratan yang telah ditetapkan (nama
dan deskripsi produk, dimensi, karakteristik, harga, lama pengiriman,
garansi, cara pembayaran, dsb.). Sebaliknya, untuk jawaban yang negatif
perusahaan harus mengirimkan surat penolakan atau pemberitahuan tentang
ketidaksanggupannya dalam memenuhi permintaan/persyaratan pelanggan.
Jika setelah ditetapkan atau disepakatinya persyaratan produk dan
perusahaan juga sudah memberikan jawabannya terhadap permintaan
penawaran tersebut, terdapat perubahan persyaratan atau perbedaan antara
persyaratan kontrak/order dengan yang dinyatakan sebelumnya, maka
perubahan tersebut harus ditinjau ulang, dikonfirmasikan dan ditetapkan
kembali sebagai persyaratan baru. Perusahaan kemudian mengirimkan
dokumen penawaran baru atau revisi dari dokumen penawaran sebelumnya.
Untuk memberikan bukti adanya proses tinjauan persyaratan yang
berhubungan dengan produk, perusahaan biasanya harus memelihara
dokumentasi inquiry yang pernah diterima dari pelanggan, dokumen
penawaran (quotation) untuk inquiry yang bisa dipenuhi, dan/atau dokumen
surat penolakan untuk inquiry yang tidak bisa dipenuhi.
7.2.3 Komunikasi Pelanggan
Organisasi harus menetapkan dan melaksanakan pengaturan yang efektif untuk komunikasi dengan pelanggan yang berhubungan dengan,
a) informasi produk
b) permintaan penawaran, penanganan kontrak atau order, termasuk perubahannya, dan
c) umpan balik pelanggan, termasuk keluhan pelanggan.
Penjelasan:
Pasal ini menjelaskan proses komunikasi dengan pelanggan yang harus
dibuat dan diterapkan secara efektif dalam perusahaan. Komunikasi
tersebut mencakup hal-hal berikut:
- informasi tentang produk yang dipromosikan oleh perusahaan baik
diminta ataupun tidak diminta oleh pelanggan, secara langsung maupun
tidak langsung
- tanggapan terhadap permintaan penawaran (inquiry) baik bersifat
positif maupun negatif dan penanganan kontrak/order yang disepakati
termasuk perubahannya, dan
- tanggapan terhadap umpan balik pelanggan terhadap produk yang
ditawarkan termasuk keluhan pelanggan atas produk yang telah diorder
atau digunakan.
7.3 Desain dan Pengembangan
7.3.1 Perencanaan Desain dan Pengembangan
Organisasi harus merencanakan dan mengendalikan desain dan
pengembangan produk. Selama perencanaan desain dan pengembangan,
organisasi harus menentukan,
a) tahapan-tahapan desain dan pengembangan,
b) tinjauan, verifikasi dan validasi yang memadai untuk setiap tahap desain dan pengembangan, dan
c) tanggungjawab dan wewenang untuk desain dan pengembangan.
Organisasi harus mengelola bidang temu antara group berbeda yang
terlibat dalam desain dan pengembangan untuk memastikan komunikasi yang
efektif dan kejelasan dari tanggungjawab.
Keluaran perencanaan harus diperbaharui, sesuai keperluan, sejalan dengan kemajuan desain dan pengembangan.
Penjelasan:
Pasal ini memuat proses-proses yang harus dimiliki oleh suatu
perusahaan yang mana aktifitas-aktifitas desain dan pengembangan produk
menjadi salah satu bagian dari sistem manajemen mutunya. Dalam aktifitas
desain dan pengembangan tersebut perusahaan harus melakukan perencanaan
dan pengendalian yang mencakup: penetapan tahapan-tahapan proses
desain dan pengembangan (project schedule); tinjauan, verifikasi dan
validasi untuk setiap tahapan desain dan pengembangan; dan penetapan
tanggungjawab/wewenang (person/department in charge) untuk setiap
tahapan.
Verifikasi adalah kegiatan membandingkan antara keluaran (output)
suatu proses dengan masukan (input)nya, sedangkan validasi adalah
kegiatan membandingkan antara kegunaan yang dimaksud (use) dari produk
dengan masukannya. Lebih lanjut tentang masukan dan keluaran dari proses
desain dan pengembangan akan dijelaskan pada bagian berikutnya.
7.3.2 Masukan Desain dan Pengembangan
Masukan yang berhubungan dengan persyaratan produk harus ditetapkan
dan rekamannya dipelihara (lihat 4.2.4). Masukan tersebut harus
mencakup,
a) persyaratan fungsional dan kinerja,
b) persyaratan undang-undang dan peraturan yang berlaku,
c) bila memungkinkan, informasi diturunkan dari desain terdahulu yang serupa, dan
d) persyaratan lainnya yang perlu untuk desain dan pengembangan.
Masukan tersebut harus ditinjau untuk kecukupan.
Persyaratan-persyaratan harus lengkap, jelas dan tidak saling
bertentangan satu sama lain.
Penjelasan:
Pasal ini menguraikan aspek-aspek yang menjadi masukan bagi proses
desain dan pengembangan. Aspek-aspek ini harus ditetapkan terlebih
dahulu sebelum dimulainya proses desain dan pengembangan produk.
7.3.3 Keluaran Desain dan Pengembangan
Keluaran desain dan pengembangan harus dalam bentuk yang memungkinkan
untuk verifikasi terhadap masukan desain dan pengembangan, dan harus
disahkan sebelum diterbitkan.
Keluaran desain dan pengembangan harus,
a) memenuhi persyaratan masukan untuk desain dan pengembangan,
b) menyediakan informasi yang sesuai untuk pembelian, produksi dan untuk penyediaan jasa,
c) berisi atau mereferensikan kriteria keberterimaan produk, dan
d) menetapkan karakteristik produk yang pokok untuk penggunaan yang aman dan benar.
Penjelasan:
Pasal ini memuat ruang lingkup dan persyaratan dari keluaran suatu proses desain dan pengembangan produk.
7.3.4 Tinjauan Desain dan Pengembangan
Pada tahapan yang sesuai, tinjauan yang sistematis dari desain dan
pengembangan harus dilaksanakan sesuai dengan pengaturan yang
direncanakan (lihat 7.3.1),
a) untuk mengevaluasi kemampuan dari hasil desain dan pengembangan dalam memenuhi persyaratan, dan
b) untuk mengidentifikasi masalah-masalah dan usulan tindakan yang diperlukan.
Peserta pada tinjauan tersebut harus meliputi wakil dari fungsi yang
berkaitan dengan tahapan desain dan pengembangan yang sedang ditinjau.
Rekaman hasil dari tinjauan dan tindakan yang diperlukan harus
dipelihara (lihat 4.3.4).
Penjelasan:
Pasal ini memuat penjelasan tentang maksud atau tujuan dilakukannya
tinjauan desain dan pengembangan. Seperti halnya proses tinjauan
persyaratan yang berhubungan dengan produk (pasal 7.2.2), tinjauan
desain dan pengembangan pada dasarnya dilakukan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi persyaratan produk yang ditetapkan.
7.3.5 Verifikasi Desain dan Pengembangan
Verifikasi harus dilaksanakan sesuai dengan pengaturan yang
direncanakan (lihat 7.3.1) untuk memastikan bahwa keluaran desain dan
atau pengembangan telah memenuhi persyaratan masukan desain dan
pengembangan. Rekaman hasil verifikasi dan tindakan yang diperlukan
harus dipelihara (lihat 4.2.4).
7.3.6 Validasi Desain dan Pengembangan
Validasi desain dan pengembangan harus dilaksanakan sesuai dengan
pengaturan yang direncanakan (lihat 7.3.1) untuk memastikan bahwa produk
yang dihasilkan mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan atau
penggunaan yang diinginkan, jika diketahui. Jika dapat dilaksanakan,
validasi harus dilaksanakan sebelum pengiriman atau penggunaan produk.
Rekaman hasil dari validasi dan tindakan yang diperlukan harus
dipelihara (lihat 4.2.4).
Penjelasan:
Pasal 7.3.5 dan 7.3.6 memuat penjelasan lebih lengkap tentang
kegiatan verifikasi dan validasi desain dan pengembangan. Verifikasi
merupakan kegiatan pemeriksaan atau pembuktian bahwa suatu keluaran
telah memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya (input). Sedangkan
validasi merupakan kegiatan pembuktian bahwa suatu keluaran memiliki
kegunaan seperti yang dimaksud dari tujuan pembuatannya.
7.3.7 Pengendalian Perubahan Desain dan Pengembangan
Perubahan desain dan pengembangan harus diidentifikasi dan rekamannya
dipelihara. Perubahan harus ditinjau, diverifikasi dan divalidasi,
sesuai keperluannya, dan disahkan sebelum diterapkan. Tinjauan terhadap
perubahan desain dan pengembangan harus mencakup evaluasi dari efek
perubahan terhadap bagian-bagian produk dan produk yang sudah
diserahkan.
Rekaman hasil tinjauan perubahan dan tindakan yang diperlukan harus dipelihara (lihat 4.2.4).
Penjelasan:
Pasal ini memuat tentang persyaratan untuk proses pengendalian
dokumentasi dari perubahan desain dan pengembangan, secara umum proses
pengendalian tersebut sama dengan proses pengendalian dokumen dalam
pasal 4.2.3
7.4 Pembelian
7.4.1 Proses Pembelian
Organisasi harus memastikan bahwa produk yang dibeli sesuai dengan
persyaratan pembelian yang ditetapkan. Jenis dan jangkauan pengendalian
yang diterapkan kepada pemasok dan produk yang dibeli harus bergantung
pada pengaruh dari produk yang dibeli terhadap realisasi produk
berikutnya atau produk akhir.
Organisasi harus mengevaluasi dan memilih pemasok berdasarkan pada
kemampuannya untuk memasok produk sesuai dengan persyaratan organisasi.
Kriteria untuk pemilihan, evaluasi dan evaluasi ulang harus ditetapkan.
Rekaman dari hasil-hasil evaluasi dan tindakan yang diperlukan dari
evaluasi harus dipelihara (lihat 4.2.4).
Penjelasan:
Dalam proses pembelian produk yang akan digunakan oleh organisasi
untuk mendukukung proses produksi dan/atau penyediaan jasanya, maka
produk-produk yang akan dibeli dari pemasok harus memenuhi persyaratan
yang ditetapkan organisasi. Organisasi harus melakukan pemilihan
(seleksi) terhadap pemasoknya sebelum membuat komitmen, selanjutnya
dalam interval waktu yang ditentukan organisasi harus mengevaluasi
kemampuan pemasok-pemasoknya dalam menyediakan produk-produk yang sesuai
dengan persyaratan organisasi. Keseriusan organisasi dalam menilai dan
mengendalikan pemasoknya akan sangat berpengaruh terhadap produk yang
dihasilkannya bagi pelanggan.
7.4.2 Informasi Pembelian
Informasi pembelian harus menjelaskan produk yang akan dibeli, termasuk bila sesuai
a) persyaratan untuk persetujuan produk, prosedur, proses dan peralatan,
b) persyaratan kualifikasi personil, dan
c) persyaratan sistem manajemen mutu.
Organisasi harus memastikan kecukupan persyaratan pembelian yang ditetapkan sebelum dikomunikasikan kepada pemasok.
Penjelasan:
Pasal ini memuat aspek-aspek yang harus ditetapkan terlebih dahulu
oleh organisasi sebelum melakukan pembelian baik pembelian produk maupun
jasa. Aspek-aspek ini menjadi landasan bagi seleksi terhadap sejumlah
pemasok. Aspek-aspek tersebut juga menjadi landasan dalam proses
evaluasi terhadap kemampuan pemasok yang telah menjadi mitra organisasi
dalam kurun waktu tertentu. Jika suatu pemasok mampu memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan organisasi sesuai yang tercantum dalam
informasi pembelian, maka organisasi kemudian membuat komitmen dengan
pemasok untuk melakukan proses pembelian.
7.4.3 Verifikasi Produk yang Dibeli
Organisasi harus menetapkan dan menerapkan inspeksi atau kegiatan
lainnya yang diperlukan untuk memastikan bahwa produk yang dibeli
memenuhi persyaratan pembelian yang ditetapkan.
Jika organisasi atau pelanggannya bermaksud untuk melaksanakan
verifikasi di tempat pemasok, organisasi harus menyatakan cara
pengaturan verifikasi yang diinginkan dan metode pelepasan produk dalam
informasi pembelian.
Penjelasan:
Organisasi harus membuat dan melaksanakan proses pemeriksaan
(inspeksi) terhadap produk yang telah dibeli untuk memastikan bahwa
produk yang dibeli memenuhi persyaratan pembelian yang telah ditetapkan.
Proses inspeksi lazimnya dilakukan oleh bagian penerimaan barang
(incoming) atau bagian pengendalian mutu produk yang diterima (incoming
quality control). Pemeriksaan yang dilakukan meliputi aspek-aspek yang
terdapat dalam dokumen pembelian/pengiriman (seperti: nama dan deskripsi
produk, jumlah produk, jenis kemasan, alamat pengiriman, dll), dan
aspek-aspek yang terkait dengan persyaratan mutu produk (seperti:
dimensi, karakteristik, berat, kekerasan, dll).
7.5 Produksi dan Penyediaan Jasa
7.5.1 Pengendalian Produksi dan Penyediaan Jasa
Organisasi harus merencanakan dan melaksanakan produksi dan
penyediaan jasa dalam keadaan terkendali. Keadaan yang terkendali harus
mencakup, apabila dapat diterapkan
a) ketersediaan informasi yang menjelaskan karakteristik produk,
b) ketersediaan instruksi kerja, jika diperlukan
c) penggunaan peralatan yang memadai,
d) ketersediaan dan penggunaan peralatan pemantauan dan pengukuran,
e) penerapan pemantauan dan pengukuran, dan
f) penerapan kegiatan pelepasan, pengiriman dan aktifitas setelah pengiriman.
Penjelasan:
Pasal ini memuat persyaratan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan suatu proses produksi atau penyediaan jasa yang terkendali.
7.5.2 Validasi Proses Produksi dan Penyediaan Jasa
Organisasi harus memvalidasi setiap proses produksi dan penyediaan
jasa dimana keluaran yang dihasilkan tidak dapat diverifikasi sesudahnya
dengan pemantauan atau pengukuran. Validasi ini mencakup semua proses
dimana kekurangan dapat dikenali hanya setelah produk digunakan atau
pelayanan telah diserahkan.
Validasi harus memperagakan kemampuan proses tersebut untuk mencapai
hasil yang direncanakan. Organisasi harus menetapkan pengaturan untuk
proses tersebut termasuk, sesuai kebutuhan,
a) penetapan kriteria untuk tinjauan dan pengesahan proses,
b) pengesahan peralatan dan kualifikasi personil,
c) penggunaan metode dan prosedur yang spesifik,
d) persyaratan untuk rekaman (lihat 4.2.4), dan
e) validasi ulang.
Penjelasan:
Proses validasi terhadap proses produksi dan penyediaan jasa harus
dilakukan bilamana keluaran atau produk yang dihasilkan tidak dapat
diverifikasi dengan proses pemantauan atau pengukuran setelah proses
produksi, atau jika seandainya dilakukan verifikasi akan menyebabkan
kerusakan pada produk tersebut.
7.5.3 Identifikasi dan Mampu Telusur
Bilamana sesuai, organisasi harus mengidentifikasi produk melalui cara yang cocok selama realisasi produk.
Organisasi harus mengidentifikasi status produk sesuai persyaratan pemantauan dan pengukuran.
Bila mampu lacak adalah persyaratan, organisasi harus mengendalikan dan merekam identifikasi khusus dari produk (lihat 4.2.4).
Catatan: Pada beberapa sektor industri, pengelolaan konfigurasi merupakan cara memelihara identifikasi dan mampu telusur.
Penjelasan:
Organisasi harus membuat identifikasi unik pada produk baik selama
proses produksi maupun setelah proses pelepasan produk ke pelanggan.
Identifikasi dapat berupa, nomor unik yang mudah dikenali oleh
organisasi dan jika memungkinkan memuat keterangan: bulan dan tahun
produksi, stasiun/line/shift produksi, kode khusus dari pelanggan, nomor
urut, dll. Jika identifikasi produk diperlukan oleh organisasi sebagai
persyaratan untuk memantau dan mengevaluasi kualitas produk setelah
dikirim ke pelanggan, maka organisasi harus mengendalikan dan merekam
nomor identifikasi dari produk-produknya.
7.5.4 Barang Milik Pelanggan
Organisasi harus merawat barang milik pelanggan selama berada dibawah
kendali organisasi atau digunakan oleh organisasi. Organisasi harus
mengidentifikasi, memverifikasi, melindungi dan menjaga barang milik
pelanggan yang disediakan untuk digunakan atau digabungkan dalam produk.
Jika ada barang milik pelanggan hilang, rusak ataupun ditemukan tidak
sesuai dalam penggunaannya, hal ini harus dilaporkan ke pelanggan dan
rekamannya dipelihara (lihat 4.2.4).
Catatan: Barang milik pelanggan dapat termasuk hak milik intelektual.
Penjelasan:
Pasal ini memuat persyaratan untuk proses pemeliharaan dan penjagaan
barang (property) milik pelanggan baik yang akan digunakan atau
digabungkan dengan produk yang dihasilkan oleh organisasi, maupun yang
dibawa untuk proses perbaikan atau verifikasi.
7.5.5 Penjagaan Produk
Organisasi harus melindungi kesesuaian produk selama proses internal
dan penyerahan ke tujuan yang dimaksud. Penjagaan ini harus meliputi
identifikasi, penanganan, pengemasan, penyimpanan dan perlindungan.
Penjagaan juga harus dilakukan pada bagian-bagian yang membentuk produk.
Penjelasan:
Pasal ini memuat persyaratan untuk penjagaan dan pemeliharaan produk
di gudang. Proses penjagaan dan pemeliharaan produk yang memadai
merupakan salah satu persyaratan yang penting dalam ISO 9001:2000 serta
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pemenuhan kepuasan pelanggan.
7.6 Pengendalian Alat Pemantauan dan Pengukuran
Organisasi harus menentukan pemantauan dan pengukuran yang dilakukan
dan alat pemantauan dan pengukuran yang diperlukan untuk memberikan
bukti kesesuaian produk terhadap persyaratan yang ditetapkan (lihat
7.2.1).
Organisasi harus membuat proses-proses untuk memastikan bahwa
pemantauan dan pengukuran dapat dilaksanakan dan pelaksanaannya
konsisten dengan persyaratan pemantauan dan pengukuran.
Jika diperlukan untuk memastikan keabsahan hasil, alat pengukuran harus
a) dikalibrasi atau diverifikasi pada jangka waktu tertentu, atau
sebelum digunakan, terhadap standar pengukuran yang mampu telusur ke
standar pengukuran internasional atau nasional, jika tidak ada standar,
maka dasar yang digunakan untuk kalibrasi atau verifikasi harus dicatat,
b) disesuaikan atau disesuaikan ulang seperlunya,
c) diidentifikasi agar status kalibrasi dapat ditentukan,
d) dijaga dari penyetelan yang dapat mengubah keabsahan hasil pengukuran,
e) dilindungi dari kerusakan dan kesalahan selama penanganan, perawatan dan penyimpanan.
Disamping itu, organisasi harus mengevaluasi dan merekam kesahihan
hasil pengukuran sebelumnya bila peralatan ditemukan tidak sesuai dengan
persyaratan. Organisasi harus mengambil tindakan yang sesuai pada
peralatan dan produk yang diakibatkannya. Rekaman hasil kalibrasi dan
verifikasi harus dipelihara (lihat 4.2.4).
Bila digunakan pada pemantauan dan pengukuran persyaratan tertentu
yang spesifik, kemampuan perangkat lunak komputer untuk memenuhi
penerapan yang dimaksud harus disahkan. Hal ini harus dilaksanakan
sebelum penggunaan awal dan disahkan ulang seperlunya.
Catatan: Lihat ISO 10012-1 dan ISO 10012-2 sebagai panduan.
Penjelasan:
Pasal ini secara umum memuat tentang persyaratan untuk pengendalian
alat pemantauan dan pengukuran yang digunakan dalam proses verifikasi
atau validasi. Alat ukur (alat pengukuran) yang digunakan harus
dikalibrasi atau diverifikasi dalam jangka waktu tertentu atau sebelum
digunakan terhadap standar internasional atau nasional. Periode
kalibrasi ditetapkan sendiri oleh organisasi tergantung pada frekuensi
penggunaan alat ukur yang bersangkutan. Kegiatan kalibrasi terbagi atas
dua yaitu, kalibrasi eksternal dan kalibrasi internal. Pada dasarnya
semua jenis alat ukur harus dikalibrasi secara eksternal pada badan
kalibrasi yang syah (legal). Namun demikian, jika kita memiliki sejumlah
alat ukur yang memiliki jenis dan spesifikasi yang sama, maka tidak
harus semua alat ukur tersebut harus dikalibrasi eksternal. Karena biaya
kalibrasi yang relatif mahal, maka cukup satu atau dua alat ukur saja
yang dikalibrasi eksternal, sedangkan sisanya! dapat dikalibrasi
internal dengan menggunakan alat ukur yang telah dikalibrasi eksternal
sebagai kalibrator. Bagaimanapun adalah lebih tepat jika alat ukur yang
digunakan untuk memutuskan suatu produk diterima atau tidak (Go/Not Go)
dikalibrasi secara eksternal (misal: alat ukur yang digunakan oleh
bagian pengendalian mutu incoming/outgoing).
Setiap alat ukur harus diidentifikasi dan dimonitor status
kalibrasinya, dijaga dari penyetelan yang mempengaruhi keabsahan hasil
pengukurannya oleh pihak yang tidak berwenang, dan dilindungi dari
kerusakan dan kesalahan selama penanganan, perawatan dan penyimpanan.
Identifikasi dapat dilakukan dengan membuat label yang mencantumkan
nomor alat ukur, tanggal kalibrasi terakhir, tanggal kalibrasi
berikutnya, penanggung jawab, dll. Label ini kemudian ditempelkan pada
alat ukur yang bersangkutan di tempat yang mudah terlihat. Jika
penempelan label pada alat ukur tidak memungkinkan karena ukuran alat
ukur yang relatif kecil, maka label dapat ditempelkan pada kartu
registrasi unik atau lembaran daftar alat ukur yang ditempatkan dekat
dengan alat ukur tersebut. Pemantauan terhadap status kalibrasi juga
dilakukan dengan membuat jadwal kalibrasi untuk semua alat ukur.
Untuk alat ukur yang dikalibrasi internal, organisasi harus mencatat
hasil kalibrasi pada lembaran khusus yang menyatakan kesesuaian alat
ukur yang bersangkutan untuk penggunaan disepanjang organisasi.
Setidak-tidaknya pada lembaran hasil kalibrasi internal harus tercantum:
nama dan nomor alat; standar ukur (internasional); hasil pengamatan
pengamat pertama (ke-1), hasil pengamatan pengamat kedua (ke-2), dst;
penyimpangan rata-rata; status/hasil kalibrasi
(diterima/diperbaiki/rusak); tanggal pengamatan; nama dan tanda tangan
pengamat; dan lain-lain. Organisasi juga harus melindungi semua alat
ukur selama penggunaan, perawatan dan penyimpanannya dari kesalahan yang
menimbulkan kerusakan. Semua alat ukur yang habis masa penggunaannya
(perlu dikalibrasi ulang) atau rusak harus ditempatkan pada tempat
terpisah yang dan diberi tanda khusus, serta dicegah dari penggunaan
yang tidak semestinya dalam proses produksi dan penyediaan jasa.
Pasal 8: PENGUKURAN, ANALISIS DAN PERBAIKAN
8.1 Umum
Organisasi harus merencanakan dan melaksanakan pemantauan, pengukuran, analisis dan perbaikan proses yang diperlukan,
a) untuk memperagakan kesesuaian produk,
b) untuk memastikan kesesuaian sistem manajemen mutu, dan
c) untuk secara berkelanjutan memperbaiki efektivitas dari sistem manajemen mutu.
Hal ini harus mencakup penetapan metode yang dapat diterapkan, termasuk teknik statistik, dan tingkat penggunaannya.
Penjelasan:
Pasal ini memuat persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh organisasi
dalam melaksanakan proses pengukuran, analisis dan perbaikan proses.
Proses tersebut harus dapat memperagakan atau memberikan bukti
kesesuaian produk dengan persyaratannya, menjamin kesesuaian pelaksanaan
proses-proses dengan persyaratan sistem manajemen mutu yang telah
ditetapkan, dan memberi bukti adanya proses perbaikan efektivitas dari
sistem manajemen mutu. Lebih lanjut tentang proses-proses pemantauan,
pengukuran, analisis dan perbaikan yang harus dipenuhi oleh organisasi
akan dijelaskan pada pasal-pasal berikutnya.
8.2 Pemantauan dan Pengukuran
8.2.1 Kepuasan Pelanggan
Sebagai salah satu alat pengukur kinerja sistem manajemen mutu,
organisasi harus memantau informasi yang berhubungan dengan tanggapan
pelanggan tentang apakah organisasi telah memenuhi persyaratan pelanggan
atau belum. Metode untuk mendapatkan dan menggunakan informasi ini juga
harus ditentukan.
Penjelasan:
Organisasi harus mengukur kinerja sistem manajemen mutunya, salah
satu alat pengukur kinerja yang paling efektif adalah dengan menilai
tanggapan pelanggan terhadap kemampuan organisasi dalam memenuhi
persyaratannya. Tanggapan pelanggan dapat berupa keluhan pelanggan
terhadap produk atau pelayanan yang diterima, maupun hasil penelitian
kepuasan pelanggan yang dilakukan oleh organisasi. Tidak ada metode baku
yang ditetapkan oleh ISO 9001 untuk mendapatkan dan menggunakan
informasi tentang tanggapan pelanggan ini, namun yang jelas setiap
keluhan pelanggan harus diterima dan dikelola dengan baik untuk
menunjukkan komitmen organisasi terhadap pemenuhan kepuasan pelanggan.
Metode pengelolaan keluhan pelanggan harus dibuat sedemikian rupa
sehingga semua keluhan dapat ditindaklanjuti sesegera mungkin dan
digunakan sebagai masukan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Penelitian terhadap kepuasan pelanggan dapat dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung. Metode kunjungan ke tempat pelanggan
untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang kualitas produk
atau pelayanan yang dihasilkan organisasi merupakan metode penelitian
kepuasan pelanggan secara langsung. Kunjungan ke tempat pelanggan dapat
dilakukan oleh satu tim survei yang terdiri atas perwakilan-perwakilan
dari semua departemen. Tim ini harus bekerja secara bebas dan obyektif
dalam mengumpulkan dan mengolah data kepuasan pelanggan. Metode
penelitian kepuasan pelanggan secara tidak langsung biasanya dilakukan
dengan cara pengiriman kuesioner survei kepuasan pelanggan yang
berisikan pertanyaan-pertanyaan menyangkut seputar produk dan pelayanan
yang diberikan. Bentuk dan jumlah pertanyaan disesuaikan dengan
kebutuhan organisasi dan tergantung pada informasi apa yang ingin
dikumpulkan. Bagaimanapun, pemilihan metode langsung ataupu! n tidak
langsung tergantung pada kondisi pelanggan dan kemampuan organisasi.
Jika suatu perusahaan hanya memiliki beberapa pelanggan saja yang berada
di wilayah yang tidak terlalu sulit untuk dijangkau, maka metode
penelitian secara tidak langsung dengan mengirimkan kuesioner adalah
tidak efektif. Sebaliknya, jika perusahaan memiliki jumlah pelanggan
yang besar atau pelanggan-pelanggan berada pada wilayah yang jauh
sehingga dibutuhkan ongkos perjalanan yang relatif tinggi untuk
melakukan kunjungan, maka metode secara langsung mungkin tidak akan
efisien.
Organisasi harus dapat memberikan bukti adanya proses pengelolaan
keluhan pelanggan dan pengukuran kepuasan pelanggan melalui pemeliharaan
dokumentasi yang memadai terhadap hal-hal tersebut dalam rangka
memenuhi persyaratan Standar Internasional.
8.2.2 Audit Internal
Organisasi harus melaksanakan audit internal yang direncanakan secara berkala untuk menentukan apakah sistem manajemen mutu,
a) sesuai dengan rencana yang telah dibuat (lihat 7.1), terhadap
persyaratan Standar Internasional ini dan terhadap persyaratan sistem
manajemen mutu yang ditetapkan oleh organisasi, dan
b) sudah dilaksanakan dan dipelihara secara efektif.
Program audit harus direncanakan, dengan mempertimbangkan status dan
tingkat kepentingan proses dan area yang akan diaudit, serta hasil audit
sebelumnya. Kriteria audit, ruang lingkup, frekuensi dan metodenya
harus ditetapkan. Pemilihan auditor-auditor dan pelaksanaan audit harus
menjamin objektivitas dan kenetralan dari proses audit.
Auditor harus tidak mengaudit pekerjaannya sendiri.
Tanggungjawab dan persyaratan dalam perencanaan dan pelaksanaan
audit, pelaporan hasil-hasil audit dan pemeliharaan rekamannya (lihat
4.2.4) harus ditetapkan dalam suatu prosedur terdokumentasi.
Tanggungjawab manajemen atas area yang telah diaudit yaitu harus
memastikan bahwa tindakan-tindakan diambil sedemikian rupa tanpa adanya
keterlambatan untuk menghilangkan ketidaksesuaian yang ditemukan dan
penyebab-penyebabnya. Kegiatan tindak lanjut harus mencakup verifikasi
terhadap tindakan yang diambil dan pelaporan hasil-hasil verifikasi
(lihat 8.5.2).
Catatan: Lihat ISO 10011-1, ISO 10011-2, dan ISO 10011-3 sebagai pedoman.
Penjelasan:
Audit internal terhadap sistem manajemen mutu atau yang biasa dikenal
dengan audit mutu internal (Internal Quality Audit) dilakukan untuk
memantau dan mengukur sejauh mana sistem manajemen mutu yang ada telah
dijalankan oleh seluruh fungsi di sepanjang organisasi, serta untuk
mengukur apakah sistem manajemen mutu yang dijalankan sudah sesuai
dengan persyaratan ISO 9001. Audit mutu internal juga memberi peluang
ditemukannya metode-metode baru untuk perbaikan berkelanjutan terhadap
sistem manajemen mutu organisasi.
Program audit, ruang lingkup, kriteria, frekuensi maupun metode audit
dibuat dan ditetapkan oleh satu tim audit yang dipimpin oleh kepala tim
audit (audit team leader atau lead auditor). Setiap anggota tim audit
atau auditor harus sudah mendapatkan pelatihan yang memadai sebagai
auditor dan memiliki atribut sebagai auditor. Audit yang dijalankan
harus bersifat bebas (independent) dan obyektif, dimana audit bukan
hanya semata-mata bertujuan mencari-cari kesalahan pihak yang diaudit
(auditee) tapi dalam rangka memantau dan mengukur pelaksanaan sistem
manajemen mutu secara keseluruhan, serta memperbaiki setiap kekurangan
yang ditemukan. Dari pelaksanaan audit mutu internal selalu akan
didapatkan temuan-temuan penting, baik yang bersifat positif maupun
negatif. Temuan positif adalah temuan yang memperlihatkan adanya
komitmen dan/atau kesesuaian dalam pelaksanaan proses-proses dari sistem
! manajemen mutu. Sebaliknya, temuan negatif adalah temuan yang
memperlihatkan tidak adanya komitmen dan/atau terdapat ketidaksesuaian
dalam pelaksanaan proses-proses dari sistem manajemen mutu. Temuan
negatif berdasarkan tingkatan kritisnya dapat dikelompokkan ke dalam
tiga bentuk yaitu; Major, Minor, dan Observation (rekomendasi). Secara
umum temuan negatif Major terjadi jika organisasi tidak/belum mempunyai
sejumlah proses dan prosedur terdokumentasi yang dipersyaratkan dalam
Standar ISO 9001:2000, atau telah mempunyainya namun tidak
menjalankannya secara konsisten dan menyeluruh, sehingga mengakibatkan
timbulnya dampak yang luas dan tidak bisa diperbaiki lagi terhadap
pemenuhan persyaratan pelanggan. Temuan negatif Minor terjadi jika
organisasi, yang walaupun telah mempunyai semua proses dan prosedur
terdokumentasi yang dipersyaratkan dalam Standar ISO 9001:2000, tetapi
masih tidak menjalankannya secara konsisten dan menyeluruh, sehingga
mengakibatkan ti! mbulnya dampak yang tidak luas (terlokalisir) dan
masih bisa diperbaiki untuk memenuhi persyaratan pelanggan, dalam kasus
ini jika akibat yang timbul berdampak luas dan tidak bisa diperbaiki
lagi maka tingkat temuan bisa dikategorikan sebagai temuan negatif
Major. Temuan negatif Observation atau rekomendasi terjadi jika
organisasi yang telah mempunyai semua proses dan prosedur terdokumentasi
yang dipersyaratkan dalam Standar ISO 9001:2000, dan juga telah
menjalankannya secara konsisten dan menyeluruh, tetapi terdapat
potensi-potensi untuk timbulnya suatu ketidaksesuaian di masa yang akan
datang sebagai akibat dari adanya kekurangan pada proses yang telah ada.
Temuan Observation biasanya berupa saran-saran untuk perbaikan.
Seluruh temuan negatif dari audit mutu internal harus ditindaklanjuti
dan ditutup dalam masa yang ditetapkan dari kesepakatan auditor dan
auditee. Auditor atau wakil manajemen (Management Representative)
bertanggungjawab memantau dan memverifikasi penyelesaian semua temuan
negatif dari audit mutu internal dan melaporkannya dalam rapat tinjauan
manajemen.
Organisasi harus membuat prosedur terdokumentasi untuk proses audit
mutu internal dan menetapkan wewenang bagi pelaksanaan proses audit.
Untuk pedoman pelaksanaan audit, ISO telah menerbitkan ISO 10011
(pedoman audit sistem manajemen mutu), yang baru-baru ini telah
diperbaharui dan disempurnakan menjadi ISO 19011 yang merupakan pedoman
untuk audit sistem manajemen mutu dan lingkungan.
8.2.3 Pemantauan dan Pengukuran Proses
Organisasi harus menerapkan metode yang sesuai untuk pemantauan, dan
jika dapat diterapkan, pengukuran proses-proses sistem manajemen mutu.
Metode tersebut harus memperagakan kemampuan proses untuk mencapai hasil
yang direncanakan. Bila hasil yang direncanakan tidak tercapai,
pembetulan dan tindakan perbaikan harus diambil, sesuai keperluan, untuk
memastikan kesesuaian produk.
Penjelasan:
Organisasi harus melaksanakan proses pemantauan dan pengukuran
terhadap proses-proses dalam sistem manajemen mutu untuk mengetahui
sejauh mana hasil-hasil yang direncanakan telah dipenuhi, dan jika
tidak, maka harus diambil tindakan pembetulan (correction) dan tindakan
perbaikan (corrective action) yang diperlukan. Secara khusus/lokal
proses pemantauan dan pengukuran tersebut dilakukan pada setiap bagian
akhir suatu proses, sedangkan secara umum (general) proses pemantauan
dan pengukuran dilakukan terhadap status pencapaian sasaran-sasaran mutu
perusahaan dan departemen/fungsional dalam interval waktu yang
ditetapkan.
Contoh berikut akan memberikan gambaran tentang proses pemantauan dan
pengukuran secara lokal: misal, pada sebuah pabrik pembuatan sabuk
(belt) untuk kompresor, terdapat suatu proses pencampuran (mixing)
bahan-bahan kimia, dimana hasil akhir dari proses tersebut adalah
lembaran-lembaran (sheet) karet sintetis yang nantinya akan digabungkan
dengan lembaran-lembaran lain dan dilapisi fabric (joining), kemudian
digulung (rolling), direbus pada suhu vulkanisasi (vulcanizing), dst.
Setiap jenis belt yang dibuat memiliki formula campuran bahan kimia yang
berbeda satu sama lain tergantung pada karakteristik-karakteristik yang
ingin dihasilkan dan kegunaan dari belt-belt itu sendiri. Oleh karena
itu lembaran karet sintetis yang akan digunakan pada proses berikutnya
itu harus memiliki karakteristik-karakteristik tertentu yang telah
ditetapkan. Setelah lembaran-lembaran karet sintetis dihasilkan pada
bagian ! akhir proses pencampuran, maka bagian pengendalian mutu
(quality control) melakukan proses pemantauan dan pengukuran terhadap
karakteristik-karakteristik yang dimiliki oleh lembaran-lembaran
tersebut dibandingkan dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Proses
pemantauan dan pengukuran terhadap keluaran suatu proses inilah yang
disebut sebagai proses pemantauan dan pengukuran secara lokal. Jika dari
hasil pengukuran (baik menggunakan alat uji maupun alat ukur tertentu)
ternyata tidak memenuhi karakteristik yang dipersyaratkan, maka segera
dilakukan tindakan pembetulan (koreksi) untuk memperbaiki
ketidaksesuaian yang telah terjadi (seperti; pengerjaan ulang atau
rework), dan tindakan perbaikan untuk mencegah agar ketidaksesuaian yang
sama terulang kembali (seperti; meninjau ulang formula, memperbaiki
proses penyusunan formula, melatih ulang operator, memeriksa alat ukur,
dll).
Proses pemantauan dan pengukuran secara general dilakukan dengan
memantau dan mengukur status pencapaian sasaran mutu perusahaan dan
sasaran mutu departemen, menganalisa penyebab dari tidak tercapainya
sasaran mutu, kemudian menetapkan tindakan pembetulan dan tindakan
perbaikan yang sesuai.
Penting untuk dipahami bahwa, tindakan pembetulan adalah tindakan
untuk memperbaiki suatu ketidaksesuaian yang terjadi, tindakan ini hanya
merupakan tindakan memperbaiki produk agar kembali sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan (temporary action). Sedangkan tindakan
perbaikan adalah tindakan untuk menghilangkan penyebab dari
ketidaksesuaian dalam rangka mencegah terulangnya kejadian tersebut,
atau tindakan untuk mencegah suatu ketidaksesuaian agar tidak berulang
kembali (permanent action). Agar lebih mudah dipahami maka perbedaan
antara kedua hal tersebut dapat dianalogikan sebagai berikut: pada suatu
ketika di suatu persimpangan jalan terjadi kecelakaan, dimana seseorang
yang sedang menyeberang jalan ditabrak oleh sebuah kendaraan bermotor
hingga luka-luka parah. Polisi dan masyarakat kemudian memblokir jalan
itu, mengalihkan rute jalan sementara waktu ke arah yang lain dan
membawa korban kecelakaan ke rumah sakit terdekat. Tindakan yang
dilakukan oleh polisi dan masyarakat tersebut dapat disebut sebagai
tindakan pembetulan (koreksi) agar korban bisa diselamatkan jiwanya dan
lalu lintas jalan kembali berjalan normal. Selanjutnya untuk mencegah
agar kecelakaan yang sama tidak terulang kembali yang bisa menyebabkan
korban jiwa dan terganggunya lalu lintas, maka pemerintah kemudian
membangun jembatan penyeberangan di dekat persimpangan jalan itu,
pemerintah juga memasang lampu pengatur lalu lintas yang baru. Tindakan
yang dilakukan oleh pemerintah tersebut kita sebut sebagai tindakan
perbaikan.
8.2.4 Pemantauan dan Pengukuran Produk
Organisasi harus memonitor dan mengukur karakteristik produk untuk
memeriksa persyaratan produk telah dipenuhi. Kegiatan ini harus
dilakukan dalam tahapan yang sesuai dari proses realisasi produk menurut
pengaturan yang direncanakan (lihat 7.1).
Bukti kesesuaian dengan kriteria keberterimaan harus dipelihara.
Rekaman harus memperlihatkan orang yang berwenang melepaskan produk
(lihat 4.2.4).
Pelepasan produk dan penyerahan jasa harus tidak dimulai sampai
seluruh pengaturan yang direncanakan (lihat 7.1) telah dilengkapi dengan
memuaskan, atau jika tidak, berdasarkan atas persetujuan dari pihak
berwenang yang relevan, dimana jika dapat diterapkan, juga oleh
pelanggan.
Penjelasan:
Proses pemantauan dan pengukuran produk merupakan proses yang harus
dijalankan sebelum pelepasan produk atau penyerahan produk ke pelanggan
dilakukan. Proses ini biasanya dilakukan oleh bagian pengendali mutu
produk akhir (outgoing quality control). Setiap produk yang akan dikirim
atau diserahkan ke pelanggan harus diperiksa apakah telah memenuhi
persyaratan yang ditetapkan atau belum. Jika produk akhir telah memenuhi
kriteria keberterimaan yang ditetapkan maka bukti kesesuaian tersebut
harus direkam dan dipelihara sedemikian rupa untuk keperluan pemastian
mutu (quality assurance) dan mampu telusur. Setiap produk yang akan
dilepas harus telah mendapat pengesahan dari pihak yang berwenang untuk
menjamin kesesuaian produk (biasanya oleh bagian quality assurance).
Untuk kasus khusus, dimana produk yang akan dilepas tidak memenuhi
sejumlah kriteria keberterimaan yang ditetapkan namun karena suatu
kondisi tertentu tetap harus dikirim, maka produk tersebut dapat dikirim
atau dilepaskan dengan persetujuan pihak berwenang yang relevan
(manager quality assurance atau manajemen puncak), dan jika memungkinkan
oleh pelanggan. Dalam hal ini rekaman dari persetujuan pihak yang
berwenang atau pelanggan termasuk syarat-syarat pelepasan produk harus
dipelihara dengan baik.
8.3 Pengendalian Ketidaksesuaian Produk
Organisasi harus memastikan bahwa produk yang tidak sesuai dengan
persyaratan produk diidentifikasi dan dikendalikan untuk mencegah
penggunaan atau penyerahan yang tidak diinginkan. Pengendalian,
tanggungjawab dan wewenang terkait untuk memperlakukan produk yang tidak
sesuai harus ditetapkan dalam prosedur yang terdokumentasi.
Organisasi harus memperlakukan ketidaksesuaian produk melalui satu atau lebih cara berikut:
a) dengan cara mengambil tindakan untuk menghilangkan ketidaksesuaian yang ditemukan,
b) dengan kewenangan penggunaannya, pelepasan atau penerimaan dibawah
konsesi oleh pihak berwenang yang relevan dan, jika dapat dilakukan,
oleh pelanggan,
c) mengambil tindakan untuk menghindarkan penggunaan atau pemakaian seperti maksud awalnya.
Rekaman asli ketidaksesuaian dan tindakan yang diambil selanjutnya,
termasuk konsesi yang dilaksanakan, harus dipelihara (lihat 4.2.4).
Bila ketidaksesuaian produk telah diperbaiki harus dilaksanakan
verifikasi ulang untuk memperagakan kesesuaian dengan persyaratan.
Bila ketidaksesuaian produk ditemukan setelah penyerahan atau pada
saat digunakan, organisasi harus mengambil tindakan yang tepat terhadap
pengaruh, atau akibat potensial dari ketidaksesuaiannya.
Penjelasan:
Pasal ini memuat tentang proses pengendalian produk yang tidak
sesuai, baik yang belum dikirim ke pelanggan maupun yang telah dikirim,
kemudian dikembalikan lagi oleh pelanggan. Pada dasarnya semua produk
yang tidak sesuai atau tidak memenuhi persyaratan harus diidentifikasi
dan dipisahkan dari produk yang sesuai untuk mencegah penggunaan atau
penyerahan yang tidak diinginkan. Identifikasi tentang ketidaksesuaian
produk dapat berupa pemasangan label yang menerangkan status produk yang
bersangkutan, termasuk pihak yang berwenang untuk melakukan penanganan
lebih lanjut. Setelah diidentifikasi, produk tersebut kemudian dipisah
(dikarantina) pada tempat khusus yang terpisah dari produk-produk lain
yang sesuai, jika memungkinkan, tempat karantina ini juga diberi
identifikasi secukupnya agar pihak-pihak yang tidak berkepentingan
dicegah dari melakukan perubahan atau pemindahan.
Selanjutnya diambil tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan
ketidaksesuaian yang ditemukan, melakukan verifikasi ulang untuk
memperagakan bahwa produk telah memenuhi persyaratan dan merekam hasil
tindakan pembetulan dan verifikasi yang dilakukan. Setelah mendapat
pengesahan dari pihak yang berwenang, produk tersebut kemudian dapat
diproses lebih lanjut untuk penyimpanan atau pengiriman kembali.
8.4 Analisis data
Organisasi harus menentukan, mengumpulkan dan menganalisis data yang
sesuai untuk memperagakan kelayakan dan keefektifan sistem manajemen
mutu dan mengevaluasi jika perbaikan berkelanjutan terhadap efektifitas
dari sistem manajemen mutu dapat dilakukan. Kegiatan ini harus meliputi
data yang dihasilkan dari hasil pemantauan dan pengukuran serta dari
sumber lainnya yang relevan.
Analisis data harus memberikan informasi yang berhubungan dengan,
a) kepuasan pelanggan (lihat 8.2.1),
b) kesesuaian dengan persyaratan produk (lihat 7.2.1),
c) karakteristik, dan kecenderungan dari proses dan produk termasuk peluang tindakan pencegahan, dan
d) pemasok.
Penjelasan:
Sebagai kelengkapan dari sistem manajemen mutunya, organisasi juga
harus melakukan analisis terhadap data-data yang berkaitan dengan; hasil
survei kepuasan pelanggan, kesesuaian dengan persyaratan produk,
karakteristik dan kecenderungan proses (process capability) dan
kemampuan pemasok. Organisasi dibebaskan untuk menggunakan metode apa
saja yang relevan dalam melakukan analisis data. Sejumlah metode yang
biasa digunakan antara lain; metode pengukuran indeks kepuasan pelanggan
(Customer Satisfaction Measurement), metode pengendalian proses secara
statistik (Statistical Process Control), metode identifikasi dan
analisis resiko (Failure Mode & Effect Analysis atau FMEA),
perangkat pengendalian mutu (Seven QC tools), metode pengukuran kinerja
(Balanced Scorecard), metode evaluasi kinerja pemasok (Supplier
Performance Evaluation), d! sb.
Organisasi harus dapat menunjukkan bukti-bukti adanya dilakukan
proses analisis data untuk memenuhi persyaratan Standar Internasional.
Hasil dari analisis ini selanjutnya harus digunakan untuk melakukan
perbaikan terhadap sistem manajemen mutu secara berkelanjutan.
8.5 Perbaikan
8.5.1 Perbaikan Berkelanjutan
Organisasi harus memperbaiki secara berkelanjutan efektivitas dari
sistem manajemen mutu melalui penggunaan kebijakan mutu, sasaran mutu,
hasil-hasil audit, analisis data, tindakan perbaikan dan pencegahan dan
tinjauan manajemen.
8.5.2 Tindakan Perbaikan
Organisasi harus mengambil tindakan untuk menghilangkan penyebab dari
ketidaksesuaian dalam rangka mencegah terulangnya kejadian tersebut.
Tindakan perbaikan harus sesuai dengan akibat dari ketidaksesuaian yang timbul.
Prosedur terdokumentasi harus dibuat untuk menetapkan persyaratan untuk:
a) meninjau ketidaksesuaian (termasuk keluhan pelanggan),
b) menentukan penyebab dari ketidaksesuaian,
c) mengevaluasi kebutuhan akan tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa ketidaksesuaian tidak akan berulang,
d) menentukan dan melaksanakan tindakan yang diperlukan,
e) merekam hasil tindakan yang diambil (lihat 4.2.4), dan
f) meninjau tindak perbaikan yang diambil.
Penjelasan:
Seperti telah dijelaskan dalam penjelasan pasal 8.2.3, tindakan
perbaikan adalah tindakan untuk mencegah suatu ketidaksesuaian agar
tidak terulang kembali. Rangkaian proses tindakan perbaikan diawali
dengan pemeriksaan dan identifikasi terhadap ketidaksesuaian yang
terjadi. Setelah diperoleh gambaran yang jelas tentang ketidaksesuaian
maka dilakukan proses pengumpulan data dan penentuan penyebab-penyebab
dari timbulnya ketidaksesuaian tersebut, dalam hal ini berdasarkan
pengalaman penulis, metode diagram tulang ikan (fish bond chart) atau
metode diagram pohon (tree chart) cukup efektif untuk digunakan. Begitu
penyebab-penyebab ketidaksesuaian yang paling signifikan diketahui dan
ditetapkan, maka dicari tindakan-tindakan yang cocok untuk menghilangkan
penyebab ketidaksesuaian. Mungkin akan didapat beberapa alternatif
tindakan yang baik untuk dilakukan, namun tindakan yang pa! ling efektif
dan efisien harus pertama kali dipilih sebelum tindakan alternatif
lainnya dijalankan.
Sebelum tindakan yang diperlukan dijalankan, maka perlu ditetapkan
terlebih dahulu pihak yang berwenang (penanggungjawab) untuk
pelaksanaannya. Tindakan perbaikan kemudian dilaksanakan sesuai dengan
keputusan yang ditetapkan dan hasil-hasil dari tindakan perbaikan yang
diambil harus dipelihara sedemikian rupa untuk keperluan verifikasi atau
peninjauan ulang (evaluasi). Jika tindakan perbaikan yang diambil tidak
berhasil menghilangkan penyebab ketidaksesuaian yang dimaksud, yang
ditunjukkan dengan berulangnya kembali ketidaksesuaian yang sama, maka
evaluasi terhadap tindakan perbaikan harus dilakukan sesegera mungkin
untuk menetapkan tindakan berikutnya yang lebih tepat.
8.5.3 Tindakan Pencegahan
Organisasi harus menentukan tindakan untuk menghilangkan penyebab
potensial ketidaksesuaian dalam rangka mencegah terjadinya
ketidaksesuaian. Tindakan pencegahan harus sesuai dengan akibat dari
masalah potensial tersebut.
Prosedur terdokumentasi harus dibuat untuk menetapkan persyaratan untuk,
a) menentukan potensi ketidaksesuaian dan penyebabnya,
b) mengevaluasi kebutuhan tindakan untuk mencegah timbulnya ketidaksesuaian,
c) menentukan dan melaksanakan tindakan yang diperlukan,
d) merekam hasil tindakan yang diambil (lihat 4.2.4), dan
e) meninjau tindakan pencegahan yang diambil.
Penjelasan:
Tindakan pencegahan adalah tindakan untuk menghilangkan penyebab
potensial ketidaksesuaian dalam rangka mencegah terjadinya
ketidaksesuaian. Dengan kata lain suatu ketidaksesuaian sebenarnya belum
terjadi, namun ditemukan adanya penyebab potensial untuk timbulnya
ketidaksesuaian tersebut, maka tindakan pencegahan adalah tindakan untuk
menghilangkan penyebab tersebut. Seperti halnya tindakan perbaikan,
maka tindakan pencegahan juga mencakup: penentuan potensi
ketidaksesuaian yang akan terjadi termasuk penyebabnya, mengevaluasi
atau menetapkan sejumlah tindakan pencegahan yang bisa diambil,
menentukan dan menjalankan tindakan, merekam hasil-hasil tindakan yang
diambil, dan meninjau (mengevaluasi) tindakan pencegahan yang telah
diambil.
PENUTUP
Perkembangan bisnis internasional dewasa ini menuntut kalangan dunia
usaha kita untuk menerapkan konsep mutu dalam proses produksi barang
maupun jasanya. ISO 9000 merupakan suatu sistem manajemen mutu yang
komprehensif dan dapat diterapkan secara sistematik dan mudah. Penerapan
ISO 9000 oleh perusahaan-perusahaan boleh jadi merupakan tiket atau
pasport untuk menuju era perdagangan bebas yang penuh persaingan dan
dapat menjadi salah satu cara untuk bertahan dan berkembang dalam
situasi yang sulit. Menerapkan ISO 9000 berarti menerapkan sistem
manajemen mutu yang sama dengan sistem yang digunakan oleh pesaing di
negara-negara yang sudah maju.
Dengan melaksanakan sistem manajemen mutu ISO 9000 secara baik dan
konsisten, suatu perusahaan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
signifikan, baik terhadap pelanggan, pemilik perusahaan, karyawan,
maupun masyarakat pada umumnya. Perbaikan secara berkelanjutan terhadap
proses-proses sistem manajemen mutu, secara umum dipastikan dapat
meningkatkan kesesuaian produk dengan persyaratan dan kegunaannya, yang
pada akhirnya juga akan meningkatkan kualitas hidup manusia. Apakah
sistem manajemen mutu ISO 9000 merupakan jawaban yang paling tepat untuk
mempertahankan keberlangsungan bisnis suatu perusahaan di era pasar
bebas
No comments:
Post a Comment